Masroor Libray – Sekitar 600 tahun dari kerasulan Muhammad SAW atau menjelang berakhirnya kekuasaan Daulah Abbasiyah di Baghdad, Islam sudah ada di bumi Saparua dibawa oleh para mubalig utusan Khalifah Al-Nasir (Khalifah Abbasiyah ke-34) yang berkuasa dari tahun 1180–1225 M.
Para mubalig utusan Khalifah tersebut, dipimpin oleh dua ulama besar, yaitu Syekh Abdurrahman Assagaf alias Maulana, berasal dari Bagdad Iraq (mendapat gelar Sayyidina Baraba) dan Zainal Abidin Al-Idrus, berasal dari Bagdad Iraq (bergelar Somallo).
Mereka mendarat di Pulau Saparua –saat itu dikenal sebagai Nusa Iha– sekitar awal tahun 1212 M. Sesampainya di sana, segera membaur dengan penduduk setempat dan menetap di Yama Elhau (wilayah negeri Siri Sori Islam sekarang). Elhau sendiri waktu itu dikuasai oleh seorang tuan tanah bermarga Salatalohy. Keturunan marga ini masih ada hingga saat ini. Sedangkan keturunan pendatang yang merupakan penyiar Islam disebut dengan Lohilomanuputty.
Napak Tilas Jejak Awal Islam
Mubalig Daerah Maluku Mln. Rakeeman R.A.M. Juman berkesempatan menelusuri jejak awal Islam di beberapa Negeri berpenduduk Muslim di Maluku Tengah. Napak tilas itu, sebut saja di Negeri Haya (Desember 2018) dan Negeri Siri-Sori Islam (Januari 2019). Beberapa Negeri Islam lainnya –seperti Negeri Hitu, Hila, Negeri Tamilouw, Sepa, Ruta– juga sempat disinggahi meskipun kurang begitu intensif.
Dari napak tilas tersebut dapat dikenali, bahwa metode yang dipergunakan oleh para penyiar Islam di Negeri-negeri itu menggunakan beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut di antaranya dengan Tablig Verbal dan melalui Pernikahan. Baik di Negeri Haya maupun di Negeri Siri-Sori Islam, setelah tiba disana dan membaur dengan masyarakat setempat mereka kemudian melakukan pernikahan.
Tentu saja, pernikahan itu bukanlah sembarang pernikahan alias bukan pernikahan biasa. Tujuan mereka menikah di sana sudah dipertimbangkan dengan matang. Siapa yang akan dinikahi, dari mata rumah/marga apa, tampaknya sudah dipertimbangkan secara masak. Ada dua pernikahan yang bisa dijadikan contoh. Pertama, di Negeri Haya dan berikutnya di Negeri Siri-Sori Islam.
Islamisasi Melalui Pernikahan di Negeri Yama Elhau
Syekh Abdurrahman Assagaf alias Maulana menikah dengan Nyai Marauta adik dari raja Pati Kaihatu dari Negeri Oma Pulau Haruku, dikaruniai 5 orang anak empat putra dan satu putri. Beliau berhasil meng-Islam-kan Negeri Oma. Anak cucunya bermarga/fam Wattiheluw dan Toisuta di Siri Sori Islam, serta Latuconsina di pulau Haruku.
Zainal Abidin Al-Idrus menikah dengan Nyai Wasolo putri Paku Alam dari Keraton Solo, dikaruniai seorang putra bernama Bahrun. Anak cucunya bermarga/fam Holle di Siri Sori Islam, Latin di Hila dan Lestaluhu di Tulehu Ambon dan juga Litiloli di Kulur dan Iha. Para ulama dari Baghdad itulah yang pertama kali memperkenalkan agama Islam di pulau Saparua dan pulau-pulau sekitarnya.
Setelah keduanya (Abdurrahman Asagaf dan Zainal Abidin Al Idrus) keluar dari Saparua akibat perang antara Uli lima dan Uli siwa (Kerajaan Tidore dan Kerajaan Ternate), maka misi Islam dilanjutkan oleh seorang ulama dari Timur Tengah lainnya yang oleh masyarakat Saparua menyebutnya dengan Hijratuddin (wafat di Siri Sori Islam pada tahun 1286 M).
Beberapa puluh tahun kemudian datang seorang ulama dari Tuban Jawa Timur bernama Abdullah, mendapat gelar Sopaleu. Lalu sekitar akhir abad ke 15 M datang mubalig dari Aceh bernama Tengku Umar dan mubalig dari Cina bernama Ma Hwang, masyarakat ketika itu menyebutnya Upuka Mahuang. Mereka menyiarkan Islam di Saparua, Haruku, Seram dan Ambon.
Islamisasi Melalui Pernikahan di Negeri Yama Tohia (HAYA)
Untuk di Negeri Haya, setelah tiba di Tanjung Tohia, Syekh Maulana Idris Bayanullah kemudian menikahi Poku Masa Yamanokuan. Poku Masa alias Poe Masa adalah seorang putri dari Yamanokuan, raja atau tuan tanah Kerajaan Tohia. Meski pada awalnya menghadapi rintangan, namun dari pernikahan tersebut menghasilkan suatu komunitas yang semakin besar dan diperhitungkan. Bahkan, komunitas baru ini lebih banyak dari penduduk sebelumnya.
Dari keturunan Maulana Idris ini muncullah beberapa marga/fam, di antaranya Samalehu, Hayoto (Syarif), Yapono, Namakule, Lesipela, Mahu dan Marga Supalee. Oleh sebab itu tidak mengherankan bila kemudian posisi tawarnya menjadi semakin tinggi.
Ketika posisi Raja semakin tidak dipercaya lagi oleh rakyatnya, maka mereka sepakat mengangkat keturunan Maulana Idrus Bayanullah dan Poku Masa Yamanokuan sebagai Raja (Latu) Negeri Haya. Namanya adalah Muhammad Likur Samalehu. Dari marga Samalehu inilah kemudian Kerajaan Islam Negeri Haya berkembang dan Islam menjadi agama resmi di sana.
Kesimpulan
Sebagaimana penyiar Islam mula-mula yang datang ke Kepulauan Maluku ini menyebarkan agama melalui ceramah dan pernikahan. Demikian pula hendaknya, pada masa kini, untuk menyebarkan Islam di akhir zaman ini, perlu juga menggunakan kedua cara tadi.
Tablig Verbal alias Dakwah IlaLlah, ditinjau dari beberapa aspek, relatif kurang berpengaruh di sini. Penyebabnya, masyarakat sudah terkontaminasi oleh pemberitaan media massa yang bernada negatif terhadap Jemaat. Pemberitaan itu sudah mencapai pelosok dan kampung-kampung (negeri).
Oleh sebab itu, paling maksimal adalah tablig perorangan atau tablig kepada kalangan akademis yang masih mau berfikir logis. Kesempatan ini masih cukup terbuka lebar. Melalui para mahasiswa yang senang akan perubahan, ini bisa menjadi “agent of change”.
Metode pernikahan, dalam artian, menikahi wanita pribumi anak seorang Raja/Tuan Tanah, juga bisa menjadi salah satu alternatif. Namun syaratnya, penyiar Islam/da’i hendaknya bisa tinggal lama di tempat tersebut.
Bila sudah dikenal sebagai tokoh agama, insyaAllah, peluang terbuka lebar apalagi untuk masyarakat di pedalaman. Mereka sangat menghormati Ustad, Kyai, Tuang Guru.
Siapa berani? []
—o0o—
Disusun oleh:
Mln. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Kota Ambon, 12 Sulh 1398 H (12 Januari 2019)
*) Tulisan ini merupakan opini pribadi. Tidak dianjurkan melaksanakannya, kecuali bagi mereka yang ingin benar-benar tinggal dan membina komunitas baru Islam Jemaat di Maluku.[]
**) Keturunan para penyebar Islam, dari beberapa marga itu masih terdata dengan baik. Beberapa di antaranya kini menjadi pejabat dan menempati posisi strategis di pemerintahan. Dengan pendekatan kultural/kajian sejarah Islam, kita bisa masuk ke dalam lingkaran mereka.[]
Catatan:
Sejak 14 April 2020 diberi amanat sebagai Mubalig Daerah Papua Barat dan tiba di Manokwari pada 2 Agustus 2020.
Related Posts
Meneliti Manuskrip Kuno Al Quran Daun Lontar
Kunjungi Ciaruteun Ilir dan Pasir Muara Telisik Prasasti Tinggalan Kerajaan Tarumanegara
Gotrasawala Panitia Pangeran Wangsakerta | Belajar dari Lembaga Penulisan, Penyalinan dan Penerjemah Naskah/ Manuskrip pada Masa Kasultanan Cirebon
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar | Menelisik Jejak Pakuan Pajajaran dan Toponimi Lokasi di Sekitar Kampus Mubarak
No Responses