Sekilas Dog Tag
Pada tanggal 5 Oktober 1991 merupakan peristiwa kelam bagi para prajurit Tentara Nasional Indonesia. Lebih dari 100 nyawa melayang saat Perayaan Hari ABRI. Semuanya gugur ketika pesawat Hercules TNI AU yang dipakai atraksi jatuh di kawasan Condet, Jakarta Timur. Semua korban mengalami luka bakar dan secara fisik sulit dikenali sehingga perlu dilakukan tes DNA.
Pada masa lalu, karena tes DNA belum biasa dilakukan, satu-satunya cara adalah dengan penanda fisik. Kalung dog tag dianggap efektif karena bisa langsung dikenali dengan mudah. Sepanjang dog tag itu dipakai oleh pemiliknya langsung atau tidak terjatuh dalam suatu pertempuran, maka pemakainya pastilah nama dan identitas yang ada di dalamnya.
Namun, terkadang dog tag itu juga tercecer saat melakukan pergerakan dalam suatu pertempuran sehingga dianggap yang bersangkutan telah tiada. Contohnya, dog tag milik seorang prajurit Amerika (Sekutu) dalam Perang Dunia II di Tanah Papua. Padahal, yang bersangkutan masih hidup setelah itu hingga berusia 84 tahun dan meninggal secara wajar di Amerika.
Awal Mula Penggunaan Dog Tag
Sesuai dengan namanya, dog tag (kalung anjing), adalah kalung yang dulu dipakaikan pada anjing peliharaan di Amerika. Di dalam dog tag itu tertulis nama anjing, nama pemilik, alamat serta nomor telpon pemiliknya. Tujuannya, agar bila hilang dan ditemukan, dapat dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Nomor telpon dan alamat yang ada di dalam dog tag akan sangat membantu prosesnya.
Namun, setelah Amerika dilanda perang saudara, dog tag ini kemudian dipakai sebagai kalung tentara. Militer Amerika akhirnya wajib mengenakannya. Akhirnya, kebiasaan ini pun ditiru oleh militer di banyak negara lainnya, termasuk Indonesia. Namun, tidak sembarang waktu dog tag ini dipakai. Karena dianggap sakral, hanya saat bertempur saja biasanya dipakai.
Kalung dog tag ini biasanya terbuat dari logam besi putih anti-karat dengan bentuk yang khas dan memiliki tali yang khas pula. Bentuknya persegi empat agak bulat pada keempat pojoknya dengan lubang tali di bagian atas dan cobekan (notch) di bagian bawah. Semua bentuknya yang khas itu ada pertimbangan kegunaannya.
Dog Tag Tentara Amerika dan Jepang pada Perang Dunia II di Papua
Baik tentara Sekutu yang disingkat ABDA (America-British-Dutch-Australia) maupun tentara Jepang yang dikenal sebagai Dai Nippon, mereka sama-sama mengenakan dog tag saat Perang Dunia II di Tanah Papua.
Lokasi-lokasi dimana terjadi kontak senjata, disitu juga biasanya tercecer banyak dog tag dari kedua belah pihak. Hollandia (Jayapura), Wakde, Biak, Manokwari, Tambrauw menjadi tempat pertempuran yang cukup sengit.
Pantai Hamadi di Jayapura merupakan salah satu lokasi pertempuran sengit antara Amerika dan Jepang saat Perang Dunia II. Jenderal Douglas MacArthur sebagai Komandan Sekutu menerapkan taktik lompat katak (leapfrog) sehingga dapat menguasai lokasi yang sebelumnya dikuasai Jepang.
Jejak tinggalan pertempuran itu banyak ditemukan disana. Mulai dari katana, kendaraan tempur, bom nanas (granat), peralatan makan, kantin (tumbler), helm dan dog tag. Begitu juga di Pulau Biak dan pulau-pulau sekitarnya, benda-benda serupa banyak ditemukan disana.
Adalah Alberth Wakum dan Surya Yuli Sulatio, yang dikenal sebagai pencari dan kolektor benda-benda tinggalan Perang Dunia II itu sejak mereka berdua masih duduk di bangku SMP. Kini koleksinya sudah mencapai sekitar 20-30 dog tag.
Melacak Pemilik Dog Tag yang Tercecer saat Perang Dunia II di Papua
Bila menemukan sebuah dog tag, maka kondisinya kemungkinan sudah kusam atau tulisannya mulai tak terbaca lagi. Kondisi ini mengharuskan dilakukan pembersihan. Brasco perlu dipakai untuk proses membersihkannya.
Setelah bersih, tulisannya sudah terbaca, maka dengan alat khusus Addressograph, tulisannya disalin menggunakan kertas carbon. Itulah fungsi dari cobekan (notch) pada bagian bawah dog tag, yaitu untuk menahan saat prosesnya.
Selain nama, tanggal lahir, kesatuan atau resimen, alamat, golongan darah pun tercantum dalam dog tag tersebut. Biasanya ada yang lengkap, ada pula yang tidak lengkap. Bahkan, ada juga yang dicantumkan nama orang lainnya, entah keluarga atau istri atau pacarnya.
Dari puluhan dog tag yang ditemukan di Jayapura dan Biak, beberapa di antaranya sudah dicocokkan dengan data yang dimiliki oleh Tentara Amerika Serikat. Beberapa dog tag itu sudah dapat diidentifikasi dan disimpulkan. Daftar nama dalam “missing in action (MIA)” pun sudah dihapus.
Penulisan dog tag tentara Amerika dalam Perang Dunia II biasanya memiliki dua atau tiga baris. Tetapi ada juga yang sampai lima baris. Contoh yang lima baris: Herman Romero/38123112/T-42-43-A/Beatrice Romero/Tokay Box 1, San Antonio. Sedangkan yang dua baris: Urban Hasson/42030180/T-43-44-A atau Nickly Thomas G/59036792/T42-43-G.
Sakralnya Memakai Dog Tag
Karena dog tag merupakan representasi dari pemegangnya, maka dog tag ini seolah menjadi sakral. Oleh sebab itu, biasanya kini dipakai hanya pada saat pertempuran saja. Jarang yang mengenakannya pada hari-hari biasa.
Tentara yang telah kehilangan dog tag, maka yang bersangkutan dianggap telah gugur atau tewas dalam pertempuran. Ini pernah terjadi juga pada saat Perang Dunia II itu. Padahal, pemiliknya masih segar-bugar usai peristiwa itu dan meninggal dalam usia 84 tahun di Amerika.
Oleh sebab itu, bagi yang menemukan dog tag biasanya diminta untuk menyerahkannya kepada aparat kepolisian. Selanjutnya dog tag itu dapat ditelusuri untuk menentukan kemungkinannya, apakah pemegangnya sudah gugur ataukah masih hidup.
Biasanya pula, penyerahan dog tag kepada negara asalnya dilakukan dengan prosesi yang penuh penghormatan. Alasannya, dog tag itu merupakan representasi dari prajurit yang namanya tercantum di dalamnya. Kalau tidak bisa pulang orangnya, namanya (dog tag) pun cukup. []
Catatan:
Selesai ditulis pada Jumat, 20 Mei 2022 pkl. 06:53 WIT di kawasan KODAM XVIII/Kasuari, Arfai, Manokwari, Papua Barat.
Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Kunjungi Ciaruteun Ilir dan Pasir Muara Telisik Prasasti Tinggalan Kerajaan Tarumanegara
Gotrasawala Panitia Pangeran Wangsakerta | Belajar dari Lembaga Penulisan, Penyalinan dan Penerjemah Naskah/ Manuskrip pada Masa Kasultanan Cirebon
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar | Menelisik Jejak Pakuan Pajajaran dan Toponimi Lokasi di Sekitar Kampus Mubarak
Mengenal Sosok IPDA La Udin | 19 Tahun NIkmati Tugas di Pedalaman Lembah Moskona
No Responses