Menelusuri Jejak Polisi Belanda di Papua | Kapita Selekta Perkembangan Jumlah Personel dan Kegiatan Kepolisian di Tanah Papua pada Masa Belanda (1920-1962)

Menelusuri Jejak Polisi Belanda di Papua | Kapita Selekta Perkembangan Jumlah Personel dan Kegiatan Kepolisian di Tanah Papua pada Masa Belanda (1920-1962)

“Itu sebuah daerah dimana amtenar (pegawai pemerintah) tidak punya rumah yang layak huni dan asrama polisi tidak lebih daripada gubuk-gubuk, […] yang […] biasanya hanya dua bulan sekali didatangi kapal, dan pada selang waktu di antaranya merasa terkucil; dimana pemeliharaan medis sangat kurang. Tidak seorang pun terhindar dari cengkeraman malaria dan depresi. Mengherankah jika Nugini-Belanda (Papua) merupakan daerah terkutuk, jika setiap pegawai berusaha mengelakkan penempatannya di sana atau berusaha sekuat tenaga secepatnya meninggalkannya, dan jika ambisi segelintir pegawai yang ambisius pun segera pudar di suatu kawasan dimana tidak pernah tersedia uang untuk melakukan perbaikan sekedarnya bahkan sarana transportasi untuk mengenal daerahnya sekalipun?”

PEMERINTAHAN DI PAPUA PADA MASA RESIDENSI MALUKU

Pada 1920, Tanah Papua dibagi menjadi tiga Afdeling, yaitu Afdeeling Noord Nieuw Guinea, Afdeling West Nieuw Guinea dan Afdeling Tual. Ketiga Afdeling tersebut masing-masing membawahi beberapa Onder-Afdeling. Afdeling Noord Nieuw Guinea, dengan ibukota Sorong membawahi Onder Afdeling Manokwari, Sorong, Serui, Hollandia (+Sarmi). Afdeling West Nieuw Guine, beribukota di Fak Fak, membawahi Onder Afdeling Fak Fak, Inanwatan, Mimilka, Vogelkop dan Wisselmeren. Sedangkan Afdeling Tual, dengan ibukota Tual, membawahi Boven Digoel dan Merauke.

Secara pemerintahan, selama 20 tahun (1920-1940), telah mulai dilakukan penataan di berbagai lokasi yang menjadi Afdeling atau Onder Afdeling. Meskipun pada awalnya fungsi jabatan dirangkap, seiring dengan pembangunan sarana prasarana, berbagai fungsi tersebut mulai dipisahkan dan dijadikan mandiri. Jabatan pemerintahan mulai dipisahkan dengan pengangkatan pegawai khusus. Istilah Sosiologi Pembangunan, yaitu diferensiasi, betul-betul cocok dilekatkan pada proses awal terbentuknya pemerintahan di Tanah Papua.

Diferensiasi adalah proses terbentuknya organisasi-organisasi sosial baru dari organisasi sosial yang sudah ada sebelumnya dan mengambil alih fungsi-fungsi sosial tertentu dari organisasi yang lama itu sehingga lebih spesifik. Di negara-negara Barat, proses itu biasanya berlangsung perlahan-lahan dan timbul dari dalam. Sedangkan di negara-negara berkembang, proses itu sering berasal dari luar dengan mencangkokan suatu pola organisasi yang baru.

Seorang ambtenar, khususnya Kepala Onder Afdeling di daerah terpencil, menjalankan bermacam-macam tugas yang dirangkap. Pada saat itu, Kepala Onder Afdeling juga memiliki fungsi sebagai: wakil pemerintah, kepala polisi, hakim untuk perkara-perkara pribumi dan hakim polisi untuk semua perkara, kepala penjara, kepala jawatan pengairan setempat, koordinator rencana pembangunan daerah, pengawas absensi sekolah di desa dan manajer kapal dan atau kendaraan pemerintah.

PERBANDINGAN JUMLAH PEGAWAI PEMERINTAHAN DAN PERSONEL KEPOLISIAN

Jumlah pegawai pemerintahan dan personel kepolisian yang ada pada masa dua dasawarsa Residensi Maluku itu dapat digambarkan dari data tahun 1938. Artinya, selama 20 tahun berlangsungnya pemerintahan di Tanah Papua, jumlah semua pegawai pemerintahan dan personel kepolisian dapat tercatat secara akurat. Selain pegawai Eropa, ada juga pegawai pribumi dari daerah lain (luar Papua), polisi dan militer, satpam gubernemen dan polisi swaparaja.

Jumlah pegawai Eropa biasanya lebih sedikit dan hanya menempati posisi tertentu yang lebih strategis (pimpinan), semisal Kepala Afdeling atau Kepala Onder Afdeling. Sedangkan pegawai dari daerah lain –terutama dari Ambon, Kei, Jawa, Timor—biasanya lebih banyak jumlahnya, bahkan hingga 30-50% dari jumlah pegawai Eropa. Sedangkan jumlah personel kepolisian sebanyak 3 hingga 10 kali lipat dari jumlah pegawai pribumi. Sementara satpam gubernemen dan polisi swapraja juga sebanyak beberapa kali lipat dari jumlah pegawai pribumi.

Untuk di Afdeling Noord Nieuw Guinea, total pegawai Eropa ada sebanyak 6 orang yang tersebar di Manokwari (3 orang), Sorong (1 orang), Serui (1 orang) dan Hollandia/Jayapura (+Sarmi) sebanyak 2 orang. Sedangkan jumlah pegawai dari daerah lain (Ambon, Key, Jawa, Timor) ada sebanyak 35 orang. Untuk jumlah personel kepolisian sendiri ada sebanyak 190 orang, terdiri dari 2 komandan polisi dan 3 inspektur polisi. Sedangkan jumlah satpam gubernemen ada sebanyak 15 orang dan polisi swapraja sebanyak 141 orang. Artinya ada sebanyak 386 pegawai pemerintahan dan personel kepolisian.

Di Afdeling West Nieuw Guinea, jumlah pegawai Eropa ada sebanyak 6 orang yang tersebar di Fak Fak (2 orang), Inanwatan (1 orang), Mimika (1 orang), Vogelkop (1 orang) dan Wisselmeren (1 orang). Sedangkan jumlah pegawai dari daerah lain ada sebanyak 16 orang. Untuk jumlah personel kepolisian sendiri ada sebanyak 80 orang dengan 1 kepala inspektur polisis dan 1 inspektur polisi. Sedangkan jumlah satpam gubernemen ada sebanyak 9 orang dan polisi swapraja sebanyak 60 orang. Artinya, ada sebanyak 171 pegawai dan personel kepolisian.

No Responses

Tinggalkan Balasan