Islam dan Kristen Bersaing Memenangkan Agama Suku

Islam dan Kristen Bersaing Memenangkan Agama Suku

"Penyebaran Agama di Maluku ini unik. Ketika Islam datang, masyarakat memeluk Islam semua. Ketika Kristen (Protestan) tiba, mereka berbondong-bondong memeluknya. Bahkan ketika Katolik pun tiba, mereka berduyun-duyun memeluknya. Sehingga saat ini kita bisa melihat, ketiga agama ini eksis dan menjadi agama yang cukup kuat di beberapa tempat." (Pdt. Jacleviyn Frits Manuputty, asisten khusus Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Iman dan Antar Peradaban [UKP-DKAAP])

Masroor Library – Tidak dipungkiri bahwa sebelum memeluk agama Islam dan Kristen atau Katolik, penduduk kepulauan Maluku –yang dikenal sebagai suku Alifuru– sudah memeluk agama tertentu. Agama mereka dikenal sebagai animisme dan dinamisme. Yaitu bentuk penyembahan terhadap kekuatan yang ada pada benda-benda mati dan juga kekuatan yang bergerak.

Menurut sumber tertentu, masyarakat Maluku sudah mulai memeluk agama Islam sejak awal abad ke-11. Siri-Sori Islam dianggap sebagai Negeri Islam tertua di Maluku. Dikatakan, bahwa pada 1212 M, masjid pertama sudah didirikan di sana. Sedangkan di Ternate, Islam baru dipeluk sekitar abad ke-15 tepatnya tahun 1459 M ketika salah seorang penyiar Islam dari Jawa datang ke sana. Meskipun sebelumnya sudah ada pedagang Islam dari Jawa, Makassar, India dan Arab yang tinggal di sana.

Lain halnya dengan Kristen atau Katolik, agama ini dipeluk oleh masyarakat Maluku lebih belakangan. Agama ini dibawa oleh pedagang VOC dan Portugis serta Spanyol yang awalnya mencari rempah, pala, fuli dan damar di Maluku. Seiring dengan itu, penyebaran agama Kristen dan Katolik juga terjadi. Setidaknya dimulai pada tahun 1556 M ketika Fransiscus Xaverius mendarat di Ternate dan kemudian Ambon.

Lalu metode apa yang dipergunakan oleh penyiar agama Islam untuk mengembangkan Islam di kepulauan Maluku? Metode apa yang dipakai oleh para penyiar agama Kristen untuk memperoleh jiwa-jiwa baru? Tulisan ini secara singkat akan memaparkan karakteristik penyebaran agama Islam di Maluku.

Penyebaran Agama di Maluku

Beberapa sumber menyebutkan, bahwa penduduk asli Kepulauan Maluku –yang disebut Alifuru– berasal dari Maluku Utara. Kemungkinan asal daerah mereka adalah Halmahera. Beberapa abad sebelum Ternate ekspansi ke Pulau Seram, Pulau Buru dan pulau-pulau sekitarnya, mereka sudah mendiami pulau-pulau tersebut. Alune dan Wemale, kedua nama kuno itu kemudian disematkan kepada mereka.

Ketika Kesultanan Ternate melakukan ekspansi kedua, penyebaran Islam relatif terjadi juga. Pulau-pulau yang ditaklukkan secara berangsur mulai memeluk agama Islam. Tidak terkecuali di Pulau Buru dan Pulau Seram. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila mereka yang terdesak ke pegunungan kemudian menamakan Pulau Seram sebagai “Nusaina” alias Pulau Ibu. Sebab mereka mengklaim berasal dari sana.

Penjajah Belanda atau VOC memberikan nama dan mengelompokkan mereka sebagai “Hindu”. Bukan berarti mereka “benar-benar Hindu” melainkan karena karakteristik mereka yang tinggal di pedalaman mirip Hindu. Padahal mereka juga sebenarnya adalah muslim, hanya belum “Muslim Syari’at”. Sedikit sekali tampilan mereka yang dikenal sebagai Islam. Mereka memang baru mengenal syahadat.

Kelihatannya ada maksud politis dengan mengatakan dan mengklasifikasikan mereka sebagai golongan “Hindu”. Ini dapat dibaca, bahwa dengan cara ini penjajah VOC –melalui para missionaris atau zendeling– bebas melakukan kristenisasi kepada mereka tanpa khawatir protes dari kerajaan-kerajaan Islam pada masanya.

Penyebaran Agama Islam di Kepulauan Maluku

Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam masuk ke Maluku masih debatable waktunya. Ada beberapa negeri yang mengaku bahwa Islam masuk ke negeri mereka sebagai yang paling tua. Begitu juga dengan negeri Islam lainnya. Namun dari penelusuran artefaktual Sejarah Islam, bisa sekilas ditarik runutan sejarahnya.

Beberapa peneliti menyebutkan teori penyebaran Islam dari wilayah Timur atau Utara. Sementara beberapa yang lain menggunakan teori dari wilayah Barat atau Selatan. Teori pertama mengandaikan bahwa, Islam datang dari Jawa, lalu ke Papua, Raja Ampat, Seram dan sekitarnya. Teori kedua menyebutkan Islam langsung dibawa dari Malaka dan mendarat di Pulau Buru atau Pulau Ambalau. Dari sana baru menyebar ke wilayah di timur.

Yang jelas, Raja pertama Kerajaan Gapi –yang kemudian berubah menjadi Kesultanan Ternate– yaitu Marhum baru memeluk Islam sekitar awal abad XV. Islam benar-benar menjadi agama kerajaan dan masyarakat Ternate baru pada masa Kesultanan Zainal Abidin Syah (1486 M – 1500 M). Sebelumnya ada penyiar Islam dari Jawa bernama Datuk Mola Husein yang datang ke Ternate untuk melakukan Islamisasi melalui kaligrafi 1459 M.

Bila data itu dianggap valid, maka artinya Ternate baru belakangan menerima Islam. Karena di wilayah lain di Maluku (Selatan), Islam ternyata sudah dipeluk oleh masyarakat bahkan lebih dulu. Sebut saja di Negeri Haya dan Negeri Siri-Sori Islam. Sekitar abad XI, Islam sudah ada di Siri-Sori Islam. Catatan inskripsi pada batu nisan ada juga yang menyebutkan tahun 1286 M. Artinya, penyiar Islam datang ke sana lebih awal lagi.

Di Negeri Hitu sendiri umumnya disebutkan bahwa Islam masuk kesana pada 1414 M. Meskipun ada peneliti yang mengusulkan dua abad lebih tua lagi sekitar 1214 M. Namun, bukti-bukti sejarah kelihatannya belum mendukung ke arah sana. Bila Perdana Jamilu dianggap sebagai tonggak kedatangan Islam di sana, artinya tahun yang cocok adalah 1464 M.

Untuk di Pulau Buru sendiri bila patokannya adalah ekspansi Kesultanan Ternate dan didirikannya Salahakan di sana, maka itu diperkirakan pada 1512 M atau 1535 M. Yaitu ketika Salahakan Samarau bin Kibuba menjadi gubernur seberang lautannya Kesultanan Ternate di sana. Namun beberapa catatan menyebutkan sebelum itu Islam sudah ada di sana. Bahkan pada dua atau tiga abad sebelumnya.

Penyebaran Agama Islam di Maluku pada umumnya dilakukan dengan beberapa cara. Selain melalui kaligrafi, ada juga yang lewat doa-doa dan pernikahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa, kepala negeri atau pemerintahan memegang andil yang cukup besar dalam proses Islamisasi. Ketika raja atau pejabat tinggi memeluk Islam, otomatis masyarakat juga mengikutinya. Sehingga Islam menjadi agama resmi negara.

Penyebaran Agama Kristen & Katolik di Kepulauan Maluku

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa, semboyan 3G bagi VOC atau Portugal dan Spanyol serta Inggris memang dilakukan juga di Nusantara. Glory-Golden-Gospel seakan melekat dalam missi mereka ke Nusantara. Selain urusan bisnis cengkeh, pala dan fuli, mereka juga ternyata menyebarkan agama Kristen di kalangan penduduk setempat.

Nama Fransiscus Xaverius (Francis Xavier) dari Ordo Yesuit tentu tidak asing lagi. Setelah keberhasilannya menyebarkan missi di Cochin dan Goa (India), Xaverius kemudian bertolak ke Ternate. Selain karena metodenya yang dianggap efektif-efisien pada masa itu, dukungan legal dari VOC juga menjadi penyebab mengapa Kristen/Katolik cepat berkembang di Kesultanan Ternate dan Tidore. Ada beberapa peraturan dan kesepakatan yang diskriminatif dan menguntungkan bagi penyebaran Kristen.

Adalah Katarabumi, seorang “Bupati” Jailolo yang berkhianat dan mendukung Portugal yang menjadi penyebab Kristen berkembang di Jailolo. Mamuya dan Tolo, dua perkampungan yang kuat di Moro (timur laut Halmahera) yaitu Morotia dan Morotai kemudian berpindah ke Kristen untuk memdapat dukungan politis dari Portugal. Sangaji Mamuya dan Sangaji Tolo dibaptis dan diberi nama baru Do Joao de Mamuya dan Dom Tristao de Ataida. Mereka didampingi pastor sekuler bernama Simon Vaz, pendiri fondasi Kristen di timur laut Halmahera.

Pejabat dan rakyat di wilayah Kesultanan Ternate, terutama di Jailolo kemudian banyak yang mengikuti jejak Mamuya dan Tolo. Sebut saja saudara sepupu pertama Sultan Jailolo yang memeluk Kristen dan memakai nama baptis Antonio de Sa. Kolano Sabia juga memeluk agama Kristen dan dibaptis dengan nama Manuel Galvao.

Keberhasilan lainnya adalah mengkristenkan seorang casis muslim Arab, yang diduga seorang keturunan Nabi Muhammad SAW alias seorang Habib atau Sayyid. Karena hal inilah yang menyebabkan banyak rakyat lainnya yang ikut-ikutan memeluk Kristen. Peristiwa ini terjadi pada 1535 M. Pada 1544, Tabarija –saudara tiri Sultan Khairun Jamil– juga memeluk Kristen dan memakai nama Dom Manuel.

Dengan masuknya Kapten Jordao de Freitas sebagai kapten Portugal di Ternate, ia berharap dan yakin bahwa “seluruh pulau Ternate sedang bersiap untuk menerima ajaran Kristen”. Namun, ternyata Sultan Tabarija –teman Freitas yang menjadi Raja Ternate– tewas saat masih di Malaka, pada 30 Juni 1545. Surat wasiatnya menyebutkan bahwa dia mewariskan seluruh kerajaannya kepada penguasa Portugal yang meliputi Ternate, Moti, Makian, Kayoam dan Moro.

Pastor Yesuit, Francis Xavier tiba dan menetap di Ternate antara Juli 1546 sampai Januari 1547. Dia membuat metode untuk menarik penduduk setempat kepada Kristen. Dia kemudian menyadari, bahwa lilin, air suci, pengakuan dosa dan nyanyian sangat efektif untuk maksud tersebut. Oleh sebab itu dia menterjemahkan naskah Kristen ke dalam bahasa setempat.
Metode lainnya adalah kristenisasi melalui para penguasa atau sangaji. Pusat Kristenisasi di Halmahera adalah Tolo, Sakita dan Cawa termasuk Rau dan Morotai. Selain itu, diluar Halmahera, Pulau Bacan juga menjadi target berikutnya. Raja Bacan, dengan nama baptis Dom Manuel memeluk Kristen. Pada 1557 M, Xavier pergi ke Seram dan Ambon untuk melakukan Kristenisasi juga. Enam tahun kemudian (1563), Raja Manado dan Raja Siau juga memeluk Kristen diikuti oleh sekitar 1500 rakyatnya.

Namun, pada 1579 dan ujungnya pada 1594, Kristen hanya tinggal seribu orang saja di seluruh kepulauan Maluku. Setelah jumlahnya pernah mencapai 40 ribu orang sebagai hasil kristenisasi selama 23 tahun (1556-1579), ternyata banyak dari mereka yang kembali lagi ke agama Islam sebagai akibat dari kebijakan Sultan Baabullah.

P E N U T U P

Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan di atas adalah:

  1. Baik Islam maupun Kristen berlomba-lomba dalam mengembangkan pengaruhnya menarik suku Alifuru ke dalam agama masing-masing.
  2. Portugal atau VOC berupaya melakukan Kristenisasi secara besar-besaran lewat Pastor Franciscus Xaverius (Francis Xavier) dan Pastor Simon Vaz.
  3. Kedua belah pihak sama-sama menggunakan metode “Taklukkan Kepalanya” barulah rakyat akan mengikut.
  4. Metode lainnya adalah melalui Kaligrafi, Doa dan Pernikahan (Islam), Lilin, Pengakuan Dosa dan Nyanyian (Kristen). Pakaian khas dan Nama baptis memegang peranan penting dalam menumbuhkan percaya diri dan kebanggaan setelah menjadi “sosok baru” (reborn/rebirth, hijrah).
  5. Komunitas yang masih baru biasanya harus terus didampingi. Bila tidak, mereka akan kembali kepada agama sebelumnya. []

Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Maluku
Catatan:
Sejak 14 April 2020 diberi amanat sebagai Mubalig Daerah Papua Barat dan tiba di Manokwari pada 2 Agustus 2020.

No Responses

Tinggalkan Balasan