“Segala puji bagi Allah Yang kepunyaan-Nya apapun yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi, dan kepunyaan-Nya segala puji di akhirat., dan Dia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui segala berita Dia mengetahui apapun yang masuk ke dalam bumi dan apapun yang keluar dari padanya, dan apapun yang turun dari langit dan apapun yang naik kepadanya dan dia Maha Penyayang Maha Pengampun“ (As Saba : 1-2)
Surah As Saba’ adalah salah satu surah dari 4 surah Alquran yang setelah ayat bismillah ayat berikutnya dimulai dengan kalimah Alhamdulillahi, surah-surah lainnya adalah Al Fatihah, Al An Am, Al Kahfi, dan Al Fathir.
Dalam ayat pada permulaan uraian ini ada ungkapan “wa lahul – hamdu fil aakhirati – kepunyaan-Nya segala puji di akhirat.” Tidak diragukan lagi bahwa sifat Rubbubiyyat Allah Ta’ala bukan hanya berlaku di alam dunia ini saja tetapi juga berlaku di alam akhirat, karena di alam akhirat pun setiap ruh manusia dibawah pengayoman sifat Rubbubiyyat Allah Ta’aa tetap mengalami proses perkembangan menuju kesempurnaan yang tiada batas, baik itu ruh-ruh manusia yang dikarenakan ketika meninggal dunia keadaan ruh mereka berada dalam keadaan tidak sempurna (cacat) sehingga harus mengalami suatu proses “rehabilitasi” berada di dalam neraka jahannam (QS 101:8-11) maupun ruh-ruh manusia yang berada dalam surga akibat kepatuh taatan mereka kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Ada pun puncak kesempurnaan dari proses perkembangan ruh-ruh manusia yang mengalami proses “rehabilitasi” di dalam neraka jahannam selama beberapa abad lamanya (QS 4:168-169) adalah ketika ruh-ruh manusia tersebut pada akhirnya mencapai suatu keadaan sedemikian rupa sehingga layak untuk dimasukan ke dalam surga karena ruh-ruh tersebut telah memiliki kemampuan yang perlukan untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan di dalam surga.
Sehubungan dengan hal tersebut Nabi Besar Muhammad SAW telah bersabda sebagaimana telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al Ash RA.
“Akan tiba suatu hari untuk neraka ketika pintu-pintunya akan melambai-lambai (berderak-derak ditiup angin) dan tak ada seorangpun akan tersisa di sana. Hal itu akan terjadi bila penghuni neraka telah tinggal disana berabad-abad lamanya .” (Musnad Ahmad bin Hanbal)
Kehidupan yang penuh aktivitas di dalam surga
Adapun Rubbubiyyat (pemeliharaan dan pengayoman) Allah Ta’ala bagi ruh-ruh para pengguni surga adalah dengan memasukan mereka secara berkesinambungan kedalam jenjang tingkatan-tingkatan kehidupan surgawi berikutnya, yang lebih tinggi kedudukannya dari tingkatan sebelumnya. Sebab kehidupan di dalam surga pun bukan merupakan suatu kehidupan bersantai-santai sebagaimana anggapan pada umumya umat beragama. Melainkan merupakan kehidupan yang juga memiliki aktivitas walaupun dalam corak yang sama sekali berbeda dengan corak aktivitas di dalam kehidupan di dunia ini.
FirmanNya:
“Inna ashhabal – jannatil – yawma syughulin faakihuwna – Sesungguhnya pada hari itu para ahli surga akan bergembira dalam kesibukan [mereka]. Mereka dan istri-istri mereka akan berada di tempat-tempat keteduhan yang nyaman, seraya duduk di atas dipan-dipan yang ditinggikan. Bagi mereka akan tersedia buah-buahan di dalamnya, dan mereka akan diberi apapun apa yang diminta mereka. [Mereka akan disambut dengan ucapan], ‘Salaamun – selamat sejahtera‘ ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS Ya Sin 55-58)
Dalam firman-Nya berikut inipun mengisyaratkan bahwa kehidupan di dalam surga di alam akhirat penuh dengan aktivitas, hal ini terbukti dengan ungkapan kalimat “keletihan tidak menyentuh mereka”
FirmanNya:
“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa akan [ditempatkan] di dalam kebun-kebun dan mata-mata air. ‘Masuklah [kalian] kedalamnya dengan damaidan aman’ Dan akan Kami singkirkan segala dendam kesumat yag ada di dalam dada mereka, sehingga mereka [akan merasa bagaikan] bersaudara [duduk] berhadap-hadapan diatas tahta-tahta Laa yamassuhum fiyha nashi bun (keletihan tidak akan menyentuh mereka didalamnya) dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya”. (Al Hijr 45-48)
Firmannya lagi
“Kebun-kebun abadi mereka akan memasukinya, di dalamnya mereka akan dihiasi dengan gelang-gelang emas dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah dari sutera, dan mereka akan berkata ‘Segala puji kepunyaan Allah, yang telah menjauhkan [segala] duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami adalah Maha Pengampun, Maha Maha Menghargai, yang atas karunia-Nya telah menempatkan kami dirumah kekal abadi dimana tiada pekerjaan berat dan membebani kami, dan didalamnya tiada keletihan menyentuh k ami.”(Al Fathir, 33-35)
Karunia khusus Allah Ta’ala
Jadi sungguh keliru mereka yang mempunyai angggapan bahwa kehidupan di dalam surga adalah kehidupan berleha-leha makan dan minum dengan dilayani bidadari surgawi belaka, sebab di alam akhirat pun sifat Rubbubiyyat Allah Ta’ala tetap berlaku, sehingga dengan demikian kehidupan di alam akhirat khususnya di surga pun terdpat suatu aktivitas kehidupan para penghuninya.
Selain kehidupan di alam akhirat arti al aakhiratpun adalah wahyu. Sebab melalui diturunkannya wahyu kepada para nabi Allah maka dilingkungan umat manusia di duniapun timbul suatu kehidupan baru dalam hal akhlak dan rohani manusia yang telah mengalami kematian.
FirmaNya:
“Belumlah tiba sat bagi orang-orang yang beriman kalbu mereka tunduk demi mengingat Allah dan demi kebenaran yang telah turun [kepada mereka], dan [bahwa] mereka hendaknya tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi Kitab sebelum mereka, melainkan [karena] masa [penganugerahan karunia Allah] diperpanjang bagi mereka [maka] hati mereka menjadi keras dan kebanyakan mereka menjadi durhaka ? Ketahuilah bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami menjelaskan Tanda-tanda kepada kalian supaya kalian dapat mengerti.” (Al Hadid 17-18)
Mengenai arti lain dari “al aakhirat” – selain kehidupan di alam akhirat- tersebut tersirat dalam firman-Nya berikut ini sehubungan tanda-tanda lainnya dari orang-orang yang bertaqwa:
“….mereka yang beriman kepada apa [wahyu] yang telah diturunkan kepada engkau dan kepada apa [wahyu] yang telah diturunkan kepada engkau, wabil aakhirati hum yu-qinuwna- dan kepada akhirat pun mereka yakin.” (Al Baqaarah 4)
Walaupun kata al aakhirat dalam ayat tersebut ditujukan kepada kehidupan akhirat nanti, akan tetapi mengingat ayat tersebut tengah membahas masalah beriman kepada wahyu Allah Ta’ala, maka dengan demikian kata al aakhirah itupun dapat pula diartikan sebagai wahyu yang akan datang, karena dengan perantaraannya dapat terjadi kebangkitan akhlak dan rohani baru dilingkungan umat manusia yang menerimanya.
Dengan demikian terjemahan lain dari ayat tersebut adalah ”Yaitu mereka yang beriman kepada apa [wahyu] yang diturunkan sebelum engkau dan kepada wahyu yang akan diturunkan kemudian pun mereka yakini.” Sebeb memang sifat Al Mutakalim [maha berbicara] Allah Ta’ala tidak pernah berhenti, sedangkan berbicaranya Allah Ta’ala kepada umat manusia adalah dengan perntara wahyu.
Firman-Nya:
“Dan tidaklah mungkin bagi manusia agar Allah berfirman [berbicara] kepadaanya kecuali dengan wahyu [langsung] atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan [malaikat] guna mewahyukan dengan izin-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Luhur, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau ruwhan [ruh/firman] ini dengan perintah Kami. [Sebelumnya] tidak engkau mengetahui apa [gerangan] Kitab itu dan tidak pula apa iman itu, akan tetapi Kami telah menjadikan [wahyu itu] nur [cahaya], yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau memimpin [umat manusia] ke jalan yang lurus – jalan Allah, Yang kepunyaan-Nya apa yang ada diseluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah kepada Allahlah segala perkara kembali.” (Asy Syura 52-54)
Lagi pula perlu dipahami bahwa kehidupan di alam akhirat setelah umat manusia mengalami kematianpun pada hakikatnya merupakan suatu kehidupan baru bagi ruh-ruh manusia para penghuni syurga. Dan ruh-ruh manusia yang dimasukan Allah Ta’ala kedalam syurga hanyalah ruh-ruh manusia yang pada saat menjalani kehidupannya di dunia sampai batas tertentu telah mengalami suatu kebangkitan [kehidupan baru] dalam bidang akhlak dan rohhani, sebagai akibat ketaatan mereka kepada wahyu Ilahi berupa hukum-hukum syariat [agama]. Sebab jika tidak demikian maka keberadaan ruh-ruh manusia di alam akhirat bukannya berada didalam syurga melainkan berada di alam neraka jahannam, karena ketika mereka mengalami kematian maka akibat kedurhakaan mereka kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya martabat mereka itu sebagai “asfala saafilin” [makhluk paling rendah]. Atau sebagai “syarrul-bariyyah” [seburuk-buruk makhluk], sehingga ruh-ruh yang seperti itu sebelum layak dimasukan ke syurga harus terlebih dulu mengalami prosesrehabailitasi di dalam neraka jahannam.
Merujuk kepada kenyaaan itulah firman Allah Ta’ala berikut ini:
“Hari ini ketika Kami akan memanggil setiap orang beserta imannya, maka barang siapa yang akan diberikan kitab-Nya di tangan kanannya maka mereka yang demikian itu [dengan senang] akan membaca kitabnya dan mereka tidak akan dianiaya sedikitpun. Dan barangsiapa buta [di dalam kehidupan dunia] ini maka diakhiratpun ia akan buta pula dan bahkan akan lebih tersesat dari jalan.” (Bani Israil 72-73)
Berikut firman-Nya lagi mengenai adanya hubungan kebutaan rohani dengan kebutaan di alam akhirat – yakni berada didalam kehidupan yang sesak dan sempit di dalam neraka jahannam.
“ Dan barang siapa berpling dari mengingat Aku maka baginya ada kehidupan sempit dan pada hari kiamat ia akan Kami bangkitkan dalam keadaan buta. Ia berkata, ‘Ya Tuhan ku, mengapa Engkau telah membangkitkan aku dalam keadaan buta pada sesungguhnya [dahulu] aku mempunyai penglihatan?’ Dia berfirman, ‘Demikianlah telah datang kepada engkau Tanda-tanda Kami tetapi enghkau melupakan nya [mengabaikannya] dan demikian pula engkau dilupakan [diabaikan] pada hari ini. Dan demikianlah Kami memberi balasan orang-orang yang melanggar [batas-batas hukum Ilahi], dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Tuhannya, dan azab di akhirat itu memang lebih keras dan lebih kekal.” (Tha Ha 125-128)
Jadi, betapa kegagalan menyaksikan penampakan Tanda-tanda Allah didalam kehidupan dunia ini terutama gagal mengenal kebenaran pendakwaan seorang Rasul Allah yang kedatangannya telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia, sebagai akibat kebutaan mata rohani [bashirah] maka dialam akhirat pun akan dibangkitkan dalam keadaan buta pula,yakni mereka akan menjadi penghuni neraka jahannam. Bahkan siksaan neraka jahannam tersebut telah ditimpakan kepada mereka di dalam kehidupan dunia ini juga
Firmannya:
“Dan betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan yang sedang aniaya, maka telah runtuh pada atapnya, dan [betapa banyaknya] sumur yang telah ditinggalkan dan [betapa banyaknya] istana-istana berbenteng megah [telah menjadi puing-puing]! Maka tidakkah mereka berpesiar dimuka bumi supaya mereka mempunyai hati untuk memahami atau [mempunyai] telinga untuk mendengar? Maka sesungguhnya mata [nya] yang buta akan tetapi hati yang didalam dada itulah yang buta.” (Al Haj 46-47)
Jadi kembali pada arti lain dari “al aakhirat “ dalam ungkapan “wa bil aakhirati hum yuw-qinuwna” mengandung arti bahwa dikarenakan orang-orang yang bertaqwa tersebut beriman pula kepada “wahyu baru” yang akan diturunkan Allah Ta’ala sehingga akibatnya mereka mengalami kebangkitan akhlak dan rohani baru dalam kehidupan di dunia ini juga, dan di alam akhirat nanti setelah mengalami kematian mereka akan menjadi penghuni kehidupan syurgawi.
Sebaliknya, mereka yang tidak beriman kepada “wahyu baru” yang diturunkan kepada Nabi Allah yang kedatangannya dijanjikan oleh Allah Ta’ala setelah kedatangan Nabi Besar saw (QS 7:35, Qs 4:70, Qs 62:3-5) bahkan mereka menantangnya habis-habisan maka akhlak dan rohani mereka tidak mengalami kehidupan, bahkan semakin rusak sehingga indera-indera rohani menjadi lumpuh, dan di alam akhirat mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta dan berada di dalam neraka jahannam.
Kedatangan Kedua Kali Nabi Besar Muhammad SAW
Mengenai akan diturunkannya wahyu baru dari Allah Ta’ala setelah Nabi Besar SAW diisyaratkan dalam Surah Al Jum’ah ayat 3-5 berikut ini –berkenaan kedatangan kedua kali secara rohani Nabi Besar Muhammad saw.
Firman-Nya:
“Dialah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka sendiri yang membacakan Tanda-tanda-Nya dan mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hadits, walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Wa aakharyna min hum lammaa yalhaquw bihim wa huwal ‘aziyzul- hakiymu- dan [Dia akan membangkitkannya lagi di kalangan suatu golongan] lain dari antara mereka yang belum [pernah] bergabung dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa Maha BIjaksana . Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Pemilik karunia yang sangat Agung.” (Al Jumu’ah 3-5)
Dengan demikian benarlah firman Allah Ta’ala tentang segala puji di akhirat kepunyaan-Nya juga diawal uraian ini,
Firman-Nya:
“Segala puji bagi Allah Yang kepunyaan-Nya apapun yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi, dan kepunyaan-Nya segala puji di akhirat, dan Dia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui segala berita Dia mengetahui apapun yang masuk ke dalam bumi apapun yang keluar daripadanya, dan apapun yang turun dari langit dan apapun yang naik kepadanya, dan Dia Maha Penyayang, Maha Pengampun.” (As Saba’ 2-3) []
Penulis: Ruhdiat AyyubiAhmad
Judul asli: Arti Lain Al Aakhirah [Akhirat]
Terbit: Sinar Islam
Editor:Masroor Library
No Responses