“Acara ini mencerminkan toleransi. Disini, selain tuan rumah dari Muslim Ahmadiyah, ada juga dari LDII dan lainnya. Begitu juga yang dari Kristiani: ada Katolik dan Protestan.”
Masroor Library – Manokwari, Papua Barat [8/4]. Ruang Tamu Rumah Dinas Mubalig Daerah Papua Barat itu mulai dipadati tetamu, Sabtu (8/4) malam itu. Meja oval yang biasanya menjadi tempat berkumpul, sementara dipindahkan ke teras samping. Para tamu kini duduk lesehan di atas tikar. Mereka duduk membentuk formasi melingkar.
Sebanyak 11 orang tamu itu berasal dari berbagai latar profesi dan pekerjaan. Tetapi mayoritas adalah mahasiswa dan pelajar. Ada Safei Ricardo Desima, penggiat literasi Manokwari yang juga Guru Penggerak dan seorang guru di SD Negeri Acemo, Distrik Manokwari Selatan. Ada juga Panggih Budi Subagyo, staf di Rumah Penyimpanan Barang Titipan Lembaga Pemasyarakatan.
Mubalig Daerah Papua Barat sudah tiga kali meluncurkan Program “Maret Masse” tiap bulan Ramadhan. Kali ini tema yang diusung adalah Lebih Dekat dengan Suku Asli Papua. Memang, selain Safei dan Panggih, hadir juga Ketua Ikatan Mahasiswa Tambrauw (IMT) Kota Studi Manokwari Septinus Asiti dan enam orang asli Papua lainnya.
“Acara ini mencerminkan toleransi. Disini, selain tuan rumah Muslim dari Ahmadiyah, ada juga dari LDII dan lainnya. Begitu juga yang dari Kristiani: ada Katolik dan Protestan,” ujar Safei, salah seorang penggiat literasi yang juga Pengurus Bunda Literasi Kab. Manokwari itu.
Dari orang asli Papua, malam itu ada tiga suku yang hadir, yaitu Suku Meyakh, Irires dan Mpur. Ketiga suku tersebut aslinya berasal dari Kabupaten Tambrauw, kini termasuk Provinsi Papua Barat Daya. “Suku Mpur merupakan suku terbesar dengan bahasa tutur yang mencakup Suku Meyakh dan Suku Irires,” papar Septinus Asiti, Ketua IMT Kota Studi Manokwari itu.
Mubalig Daerah Papua Barat pun memperlihatkan buku karangan Dr. Yafed Syufi, dosen Universitas Papua (UNIPA) Manokwari yang membahas etnografi trio suku-suku Mpur, Irires dan Meyakh di Kab. Tambrauw. “Nama ‘Maret Masse’ merupakan bahasa asli suku Papua. Artinya, memerah batang sagu dan mengambil sari patinya,” terang Mubalig Daerah Papua Barat.
Ketika disebutkan nama-nama Kepala Kampung dan diperlihatkan fotonya dalam buku itu, ternyata ada salah seorang mahasiswa yang adalah putra dari Kepala Kampung itu. “Jadi, buku ini juga semacam dokumentasi kosakata bahasa Suku Mpur, Irires dan Meyakh serta dokumen demografi karena mencantumkan nama-nama warga di tiap kampung disana,” simpul Mubalig Daerah Papua Barat yang juga penggiat literasi dan meraih penghargaan Ikon Prestasi Pancasila 2021 dari BPIP RI tersebut.
Program “Maret Masse” juga dihadiri oleh Koordinator Ahmadiyya Muslim Students Association (AMSA) Daerah Papua Barat Iksan Ahmad Kharim. Mahasiswa jurusan Pertambangan di UNIPA Manokwari itu juga ditemani oleh mahasiswa dari jurusan yang sama, yang berasal dari Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia (LDII) Manokwari, Dimas Sulthonul Wahab.
Adapun acara selama hampir tiga jam itu diisi dengan shalat Maghrib berjemaah di Shalat Centre “Daar el-Jumaan” dilanjutkan dengan ramah-tamah dan santap malam. Sebelum pulang ke tempat masing-masing, hadirin melakukan foto bersama. “Terimakasih Abangku yang telah mengundang kami untuk Buka Puasa bersama,” pungkas Septinus Asiti yang berasal dari Kampung Asiti, Distrik Senopi, Kab. Tambrauw. []
Disusun oleh:
Mln. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses