Masroor Library – Manokwari, Papua Barat [17/11]. Nama Marga Mambrasar tidak asing lagi didengar telinga. Terutama bagi orang Papua, ini merupakan suatu kebanggaan. Alasannya, salah seorang pemuda dari marga ini kini menjadi Staf Khusus dan Penasihat Presiden Republik Indonesia. Siapa lagi kalau bukan Billy Mambrasar atau nama aslinya Gracia Josaphat Jobel Mambrasa.
“Kalau saya, pangkat om dari Billy Mambrasar,” papar Fredy Mambrasar menerangkan. Ketua Komunitas Bela Indonesia (KBI) Provinsi Papua sengaja berkunjung ke rumah missi Mubalig Daerah Papua Barat, Rabu (17/11) malam. “Mambrasar artinya orang kepercayaan alias tangan kiri. Kalau tangan kanan disebut sebagai Mambraku.”
Menurut Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Jayapura yang juga mantan jurnalis MetroTV Papua tersebut, dulu leluhurnya diminta membantu Kesultanan Tidore. “Kami adalah bajak-laut yang ditakuti oleh Belanda (VOC) termasuk suku-suku asli Papua sendiri. Sehingga banyak orang asli Papua yang bermigrasi ke Manokwari atau Wondama dari Pulau Biak.”
Pengalaman disiplin Fredy, menurut dia, diperoleh saat ada acara di Bandung. Saat itu, seorang direktur sebuah perusahaan meliburkan karyawannya hanya karena ada pertemuan dengannya. Dari hal ini dia menyadari bahwa, disiplin itu bahkan melebihi keuntungan suatu perusahaan. Padahal bila dihitung secara finansial, kerugian perusahaan itu lumayan besar dengan meliburkan karyawannya. “Ini hanya untuk menghormati satu orang Papua saja.”
Menurut alumni Universitas Papua itu, Mubalig Daerah Papua Mln. Muhaimin Khairul Amin dan kini Mln. Jahid Ahmad Mujtahidin adalah contoh ideal mengenai kedisiplinan dan nasionalisme. Oleh sebab itu, dia merasa malu bila dalam suatu pertemuan atau acara datangnya terlambat. “Padahal, budaya di Indonesia Timur ini memang selalu jam karet,” akunya.
Tema perbincangan kemudian membahas berbagai hal. Kondisi politik merupakan salah satunya. Ada ungkapan Fredy yang cukup faktual. Yaitu, tokoh-tokoh adat juga memiliki ketergantungan kepada pemerintah karena urusan anggaran. Begitu juga pejabat pemerintah di suatu daerah, apakah dia pekabar Injil atau pelayan masyarakat pada umumnya. Biasanya terlihat dari bagaimana cara pelayanannya, bebernya.
“Saya bersyukur bahwa pernah mengalami persentuhan dengan dunia luar. Saya belajar live-in dengan komunitas yang berbeda termasuk Ahmadiyah. Sehingga saya dapat mengambil kesimpulan, hanya Ahmadiyah yang terbuka dan selalu enak diajak bicara. Kondisi semacam ini sulit saya temukan di komunitas lainnya termasuk di Kristen sendiri,” kata umat GKI di Tanah Papua yang sebelumnya anggota Saksi-Saksi Yehuwa (SSY) tersebut.
Perbincangan selama hampir dua jam tersebut diakhiri dengan foto bersama. Selain foto sambil duduk, Ketua KBI Papua juga ingin foto sambil berdiri di depan koleksi buku-buku milik Mubalig Daerah Papua Barat. Sekretaris Tablig JAI Manokwari yang kebetulan hadir ke rumah missi, mengabadikan momen tersebut. Untuk keakraban dilakukan salam komando dan salam Pancasila saat foto bersama.
Sebuah buku “Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian” pun tidak lupa dihadiahkan kepada Fredy. Sekali lagi dia melakukan Salam Pancasila sambil menerima buku tersebut. “Karena tadi di awal, Salam Pancasila saya kelihatannya tidak sempurna,” katanya setelah melihat Salam Pancasila yang dilakukan oleh Mubalig Daerah Papua Barat. []
Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses