Masroor Library – Manokwari, Papua Barat – Warta “JANG-E-MUQADDAS” JAI Daerah Papua Barat [23/2]. AIK adalah kependekan dari Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Ini adalah mata kuliah wajib di perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah. Tidak terkecuali dengan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Manokwari, Papua Barat. Kampus yang berlokasi di Arfai 1 ini juga menerapkan mata kuliah tersebut.
Adalah Dr. Ali Imron, M.Pd.I., dosen AIK satu-satunya di STKIP Manokwari atau di seluruh Papua Barat yang memiliki keilmuan linier PAI. Oleh sebab itu, dosen termuda di STKIP Manokwari tersebut didaulat untuk mengampu mata kuliah tersebut. Apalagi disertasinya juga membahas hal yang sama.
Pertama kali mendengar nama Dr. Ali Imron dari Margriet Andriyani Pondajar, M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Manokwari. Menurut beliau, ada yang ingin berkenalan dan silaturahmi. Dikatakan, bahwa dia adalah dosen STKIP Manokwari yang sebelumnya pernah juga honorer di SMP Negeri 2 Manokwari.
Komunikasi pun terjalin beberapa hari kemudian. Dr. Ali minta jumpa dan ingin bersilaturahmi ke rumah missi Mubalig Daerah Papua Barat yang juga di Arfai-1. Namun karena Mubalig Daerah ada agenda keluar kota, pertemuan itu diundur menjadi Senin (22/2) sore. Sebab, diperkirakan baru Senin pagi tiba di rumah kembali.
“Assalamualaikum, Ustad. Kaifa haluk? Oh ya, kira-kira kapan ada waktu supaya saya bisa sowan ke Ustad. Minta alamat Ustad. InsyaAllah habis sholat Ashar jam empat saya merapat ke rumah,” kata dia via pesan instan WhatsApp yang nomornya memang sudah pernah disimpan sebelumnya.
Tepat seperti yang dijanjikan, pukul empat sore, motor Dr. Ali Imron sudah parkir di teras Rumah Missi Mubalig Daerah Papua Barat di depan gerbang Kodam XVIII/Kasuari, Arfai. Memang, dari kampus dia, hanya sekitar 500 meter saja. Mubalig Daerah Papua Barat pun mempersilakan dosen asal Meranggen, Demak itu masuk ke ruang tamu.
Setelah melihat wajah aslinya dan perbincangan beberapa saat, Mubalig Daerah mengingat sesuatu. Tapi itu sudah lama sekali, sekitar 20 tahunan lalu. Setelah dipancing, barulah Dr. Ali cerita bahwa dia memang dulu mengambil S-1 dan S-2 di STAIN (kini, IAIN) Salatiga.
“Wah, benar, kita memang sama-sama alumni Salatiga. Tetapi Ustad di atas saya beberapa tahun. Gembira sekali bisa bertemu disini,” kata dia. “Rektor waktu itu, Pak Imam Soetomo lalu Pak Rahmat Hariyadi dan kini Prof. Zaki masih hidup. Mungkin Ustad juga masih menyimpan nomornya.”
Setelah diperiksa, di nomor kontak HP Mubalig Daerah Papua Barat memang masih tersimpan nomor-nomor yang disebutkan tersebut. Bahkan, bukan hanya nomor para rektor melainkan juga para dosen serta bidang administrasi dan keuangan. Nostalgia pun berlangsung di antara keduanya.
“Sewaktu STKIP Manokwari melaksanakan Wisuda S-1 di Nu Aston Hotel beberapa bulan lalu, sebenarnya saya sudah lihat Ustad. Hanya saat itu masih ragu, apakah benar Ustad ada di Manokwari ini. Apakah yang duduk bareng Bu Rektor itu Ustad? Tapi itu tidak mungkin, pikir saya.” kata dia mengingat saat wisuda STKIP Manokwari beberapa bulan lalu.
“Saya benar-benar perlu belajar kepada Ustad terutama masalah pluralisme. Di ruang tamu ini ada foto Kyai Haji Ahmad Dahlan, ada foto Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan satu tokoh Islam lagi. Artinya ada Muhammadiyah, NU dan …. ” kata Dr. Ali menghentikan ucapannya sambil melihat foto-foto Hadhrat Masih Mau’ud AS/sup> dan para Khalifatul Masih di dinding.
Perbincangan selama satu jam itu pun diakhiri dengan foto bersama. Dr. Ali merasa senang bisa nostalgia dan berjanji akan siap bila Mubalig Daerah Papua Barat mengajak berkegiatan. “Saya siap bawa-bawa koper Ustad. Ini sebagai bentuk penghormatan kami yunior kepada senior,” kata ayah satu anak tersebut sambil menghidupkan mesin motornya. Setelah uluk salam, dia meninggalkan rumah missi.
Setelah malamnya foto pertemuan dengan Dr. Ali Imron, M.Pd.I. itu diposting di Group JAI Manokwari, ada info masuk yang cukup mengejutkan. Bahwa, ternyata Dr. Ali Imron juga pernah menjadi dosen dari Ketua LI Manokwari. “Mubarak Pak Mubalig. Itu dosen saya, Pak.” kata Ketua LI Manokwari yang sudah tujuh bulan berada di kampungnya di Kab. Buru Selatan, Pulau Buru, Maluku itu.
Ternyata, terkadang jejaring rabtah bisa ada di mana-mana. Hanya saja kita kadang tidak mengetahuinya. Tetapi ketika itu sudah terbuka, maka jejaring persahabatan (friendship) itu akan semakin meluas dan lebih meluas lagi secara sporadis dan masif. Tinggal bagaimana kita dapat membuatnya menjadi persahabatan yang terukur dan terstruktur. []
Disusun oleh:
Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses