Kunjungam Hari Kedua di Provinsi Papua Barat Daya | Jumpa Pelaku Sejarah

Kunjungam Hari Kedua di Provinsi Papua Barat Daya | Jumpa Pelaku Sejarah

“Saya tadi sempat kaget, karena Bapak sangat menguasai sejarah dimana saya menjadi pelakunya. Saya seperti mengingat semuanya. Apa yang Bapak sampaikan, persis seperti itulah peristiwanya. Istimewanya, Bapak menyimpan data-data dan foto-foto pada masa itu. Ini yang tidak saya lakukan.”

Masroor Library – Aitinyo Barat, Papua Barat Daya [17/12/22]. Kendaraan roda empat yang dikemudikan oleh Bang Wandi asal Ayamaru itu berhenti tepat di depan Koramil 1809-04/AB, Aitinyo Barat, Maybrat, Paouw Barat Daya, Sabtu (17/12) siang. Perlu waktu sekitar satu jam lebih untuk tiba di Kampung Kambufatem Utara. Mubalig Daerah Papua Barat bergegas turun dari kijang besi itu sambil menenteng tas ransel. Setelah membayar ongkos perjalanan, lalu menuju markas Koramil itu.

Selama satu jam sebelumnya, Mubalig Daerah Papua Barat melewati jalanan yang berkelok-kelok, naik-turun dan dikelilingi tebing serta hutan. Hanya sesekali saja berpapasan dengan kendaraan lainnya. Jalur Moswaren, orang menyebutnya memang lebih jauh sekitar satu jam dibanding jalur lainnya yang lewat Wehali. “Sayangnya, untuk jalur Wehali tembus ke Kampung Sauf itu jalanannya mengalami rusak parah.” info Bang Wandi.

Di Koramil tampak Serka Wagab asal Fak Fak yang baru dua tahun ditugaskan disini. Serka Wagab sebelumnya pernah menjadi Plt. Danramil sebelum Letda Jayanis ditetapkan secara definitif menjadi Koramil 1809-04/Aitinyo Barat oleh Dandim 1809/Maybrat saat itu Letkol. Harry Ismail, S.I.P. Kini, Letkol. Harry dimutasi sebagai Waasintel Kodam XVIII/Kasuari di Manokwari.

Setelah menunggu sekitar 30 menitan, Danramil Letda Jayanis pun tiba. Beserta beberapa personel, ternyata Danramil yang sebelumnya menjabat Pasi Intel Kodim 1809-04/Maybrat itu baru kembali dari Sorong. “Beberapa bulan lagi, putra saya yang tentara akan menikah dengan perempuan dari Cihampelas, Bandung (Jawa Barat),” info perwira pertama TNI Angkatan Darat dengan balok satu itu.

Mubalig Daerah Papua Barat telah mengenal Letda Jayanis saat melakukan kunjungan pertama ke Ayamaru, awal Juni 2022 lalu. Atas instruksi Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen Gabriel Lema, S.Sos., Dandim Maybrat meminta Mubalig Daerah Papua Barat untuk melakukan telusur sejarah jejak Bung Karno di Ayamaru. Didampingi Wakabintal Kodam Letkol. Mustagfirin, S.Ag., M.Sc., Mubalig Daerah pun selama tiga hari berada di Maybrat.

Saat melakukan kunjungan pemetaan (mapping) atau pertabligan (preaching), tidak lupa Mubalig Daerah Papua Barat pun melakukan pengumpulan identitas (profiling). Ini bisa dilakukan melalui pintu masuk (entry point) sejarah atau bahasa. Sebab, biasanya pelaku sejarah adalah orang yang berusia tua dan ditokohkan di tempat itu. Begitu juga yang masih menguasai bahasa adat atau Belanda dan Jepang.

Sebelum bertolak ke Distrik Aitinyo Barat, Mubalig Daerah Papua Barat pun menyempatkan diri sowan kepada pelaku sejarah lintas generasi. Yulius Onim alias Tete Onim (93 tahun) merupakan pelaku sejarah pada masa Belanda dan Jepang. Kemampuan bahasa Belanda dan Jepang beliau tidak diragukan lagi. Saat berjumpa pertama kali, Tete Onim pun sudah menyambut dengan bahasa Belanda yang fasih.

“Saya memang bergaul dengan para pejabat Belanda (Nederlandsch Nieuw Guinea) sejak berusia 24 tahun. Saya diminta oleh HPB (Hoofd van Platselijk Bestuur) untuk menjadi staf rumah sakit di Ayamaru. Saat itu, bersama HPB Merkelijn, saya jalan kaki selama dua hari dari Teminabuan ke Ayamaru lewat Wehali tembus ke Sauf dan Ayamaru,” kata lelaki yang memiliki enam istri dan 20 anak tersebut.

“Saya tadi sempat kaget, karena Bapak sangat menguasai sejarah dimana saya menjadi pelakunya. Saya seperti mengingat semuanya. Apa yang Bapak sampaikan, persis seperti itulah peristiwanya. Istimewanya, Bapak menyimpan data-data dan foto-foto pada masa itu. Ini yang tidak saya lakukan,” ujar ayah dari Nimrod Onim yang dengan Setia mendampingi dan mengabadikan momen perbincangan dua orang peminat sejarah tersebut.

Melalui Tete Yulius tersebut Mubalig Daerah Papua Barat juga menggali kehadiran Islam di Kepala Burung (Vogelkop) bagian selatan. Ternyata, Tete Onim membenarkan dan mengakui, bahwa Kesultanan Tidore sudah mencapai Inanwatan dan Teminabuan sejak ratusan tahun lalu. “Sultan Tidore melantik beberapa orang kepala suku disini. Keturunan mereka dari marga itu masih ada hingga sekarang.”

Tete Onim juga menyebutkan arti dari beberapa nama tempat (geografi) yang ada di Kab. Sorong Selatan. Inanwatan, berasal dari kata “Inansawatan” yang artinya sagu dari satu pohon. Teminabuan, dari “Temini” dan “abuan” yang berarti pelabuhan besar. Matemani dari kata “Matanmani” artinya datang bersama Mani (seorang tokoh). Juga nama marga Kondjol, ternyata berasal dari suatu nama tempat yaitu Ondolo (jeruk besar pahit alias buah maja alias brenuk). Karena pendengaran Belanda saat registrasi nama marga berubah menjadi Kondjol.

Kawasan Koramil 1809-04/AB dan Kampung Kambufatem Utara diguyur hujan lebat pada sore itu. Mubalig Daerah Papua Barat pun diminta menginap di salah satu kamar yang sebelumnya ditempati oleh Serda Leo H. Wakdiba, yang sebelumnya bertugas sebagai Danrukam 1 Yontaikam Denma Brigif 26/GP Teluk Bintuni. Kamar mantan komandan personel intelijen itu kini ditempati oleh Mubalig Daerah Papua Barat. []

Disusun oleh:
Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

Tags:

No Responses

Tinggalkan Balasan