Jamiah Kembali Selenggatakan Studium General | Kyai Cepu Sampaikan Fiqih Budaya Sebagai Strategi Dakwah Kultural

Jamiah Kembali Selenggatakan Studium General | Kyai Cepu Sampaikan Fiqih Budaya Sebagai Strategi Dakwah Kultural

“Kita harus dapat membedakan mana Gerakan Fikih dan mana Gerakan Dakwah. Gerakan Fikih cukup dibahas di internal, sedangkan Gerakan Dakwah dilakukan sebagai siasat (strategi) dalam penyampaian sesuatu kepada pihak eksternal. Oleh sebab itu Ilmu Dakwah ini perlu dipelajari apalagi oleh dai-dai yang akan ditugaskan di medan dakwah.”

Masroor Library – Bogor, Jawa Barat [21/4/2024]. Setelah tiga orang calon narasumber untuk Studium General Jamiah Bulan April 2024 yang dihubungi menyatakan berhalangan, tanpa diduga sebelumnya, seorang calon narasumber yang biasanya padat acara justru menyampaikan kesediaannya. Kusen, S.Ag., M.A., M.Fils., Ph.D. siap menggantikan calon narasumber yang sudah diagendakan sebelumnya, yaitu Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum., Dr. Ngatawi el-Zastrouw dan Dr.© Dani Sunjana.

Begitu juga terkait dengan tema pun diubah, dari Kajian Manuskrip Islam Nusantara menjadi Fiqh Kebudayaan Sebagai Strategi Dakwah Kultural. Ini tidak mengherankan sebab narasumber – yaitu Kyai Kusen, S.Ag., M.A., M.Fils., Ph.D. alias Kyai Cepu – merupakan Pengurus Pusat Muhammadiyah Bidang Lembaga Seni, Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) dan juga Pengurus Pusat Majlis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Lembaga Seni dan Budaya (LSB).

“Saya mungkin satu-satunya pengurus di Muhammadiyah, seorang Ulama yang juga Seniman atau Seniman sekaligus Ulama. Bahkan, saya juga satu-satunya Ahli Filsafat yang juga Ulama dan Seniman di Muhammadiyah,” papar Ketua Pengurus Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Rusia 2012-2020) yang juga menggondol gelar Doktor Filsafat dari Belgorad State University Rusia, 2013 tersebut dalam mukadimah pemaparannya.

Studium General Jamiah Ahmadiyah International Indonesia dilaksanakan pada Minggu (21/4) bertepatan dengan Hari R.A. Kartini bertempat di Dining Hall Jamiah. Setelah lantunan Tilawat Ayat-ayat Suci Al-Qur’an oleh Sdr. Ibadurrahman dan Nazm oleh Sdr. Adam Abdul Wahab, keduanya dari Darjah V (Khamisah), Sambutan Principal pun diwakili oleh Muntazim Ilmi yang membawahi Studium General, yaitu Mln. Syamsul Ulum.

Biodata singkat disampaikan oleh Naib Principal Bidang Akademik. Selain _curriculum vitae_ juga hubungan emosional di antara keduanya yang sudah sejak lama terjalin. Foto-foto dokumentasi pun ditampilkan melalui layar _infocus_. Ini dimaksudkan sebagai bukti bahwa sejak lama pertemanan telah terjalin antara Kyai Kusen al-Cepu dengan Naib Principal Bidang Akademik. Kedua belah pihak pun sudah pernah saling kunjung-mengunjungi ke tempat tinggal masing-masing.

Dengan gaya retorika yang khasnya, Kyai Cepu terlihat mampu memukau hadirin. Paparan yang runut dan berbobot menjadikan mudah dicerna. Ilustrasi demi ilustrasi yang disampaikan untuk memperkuat teori pun mudah difahami. Dengan menggunakan Kaidah Ilmu Fiqh, strategi dakwah kultural pun diulik: akikah, shalat, naik haji dan tahlilan.

“Ibadah terbagi menjadi dua, ada yang khusus dan ada yang umum.”

Begitu juga terkait Ilmu Dakwah, menurut mantan Pimpinan Pondok Pesantren “Ath-Thoyyibin” Jombang, Tangerang itu hendaknya setiap Dai atau Mubalig dapat menguasai ilmu ini. Sebab, sekarang ini banyak orang yang berdakwah tanpa didukung oleh kemampuan Ilmu Dakwah. Kadang Ilmu Komunikasi juga dianggap cukup, padahal ada perbedaan di antara keduanya.

“Kita harus dapat membedakan mana Gerakan Fikih dan mana Gerakan Dakwah. Gerakan Fikih cukup dibahas di internal, sedangkan Gerakan Dakwah dilakukan sebagai siasat (strategi) dalam penyampaian sesuatu kepada pihak eksternal. Oleh sebab itu Ilmu Dakwah ini perlu dipelajari apalagi oleh dai-dai yang akan ditugaskan di medan dakwah.”

Sesi tanya-jawab pun dibuka dengan tiga orang penanya. Sdr. Gadang Pambudi Ahmada, Sdr. Abdul Majid dan Sdr. Abdul Ghani menyampaikan pertanyaan yang berbeda namun terkait dengan strategi dakwah kultural. Misalnya, mengapa Wali Songo dulu menggunakan media wayang, mengapa Nabi Muhammad saw memberikan jawaban berbeda terhadap pertanyaan yang sama dan lainnya.

Terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut, Kyai Cepu kemudian memberikan jawaban berdasarkan teori Ilmu Dakwah. Intinya, setiap Dai harus memahami kondisi dan psikologi mad’u (sasaran dakwah), sehingga apa yang disampaikan bisa efektif dan efisien.

“Dalam berdakwah kita harus bisa merangkul. Mau dia itu preman, pelacur, atau sampah masyarakat semuanya adalah obyek dakwah kita.”

Sesi penyerahan Sertifikat, Plakat dan buku-buku kemudian dilaksanakan. Mewakili Principal, Mln. H. Hasan Bashri, Shd. pun menyerahkannya kepada narasumber. Sebaliknya, narasumber pun menyerahkan satu buah buku karyanya berjudul “Ontologi” kepada Naib Principal Bidang Akademik. Tiga orang penanya juga memperoleh hadiah dari Naib Principal Bidang Akademik berupa selempang (syal) etnik yang diserahkan oleh Kyai Cepu.

Setelah doa bersama dipimpin oleh Mln. H. Hasan Bashri, Shd., sesi foto dokumentasi pun dilakukan. Foto narasumber dengan para dosen menjadi sequel pertama dilanjutkan dengan mahasiswa tiap angkatan. Secara umum, mahasiswa merasa gembira karena telah mendapat wawasan baru terkait Ilmu Dakwah. Begitu juga cara penyampaian Kyai Cepu yang menerapkan retorika dan ilmu dakwah menjadikan mahasiswa dan hadirin tidak merasa mengantuk. []

Disusun oleh:
Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Naib Principal Bidang Akademik
Jamiah Ahmadiyah International Indonesia
Bogor, Jawa Barat

Tags: ,

No Responses

Tinggalkan Balasan