Sekarang, melangkah lebih jauh dengan bahasan ini, makna lain Ash-Shamad akan muncul yaitu Dzat Yang adalah Sumber dari segalanya; jika sumber itu lenyap, segala sesuatu akan lenyap.
Dalam hal ini, ada seorang sahabat mulia Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam. Saya yakin namanya adalah Hadhrat Abdul Sattar Sahib; bagaimanapun juga, dia adalah seorang Pathan Muhajir; Anda juga dikenal sebagai seorang Pathan, apakah Anda ingat namanya? Dia pernah melihat kasyaf (penglihatan ruhani) yang luar biasa. Dia pernah bertanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dalam keadaan kasyaf, “Dikatakan bahwa Engkau adalah Satu. Jika Engkau adalah Satu, itulah saya, apakah ini dan apakah itu ”dan kemudian dia menyebutkan semua jenis spesies yang berbeda yang ada di dunia. Dia berkata, “Daftarnya tidak pernah berakhir, namun Engkau tetap mengatakan bahwa Engkau adalah Satu”. Dia mengatakan ini dengan caranya sendiri yang penuh kasih dan welas asih; dia akan menanyakan pertanyaan seperti ini.
Dia memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Tuhan dan perlakuan Tuhan terhadapnya sedemikian rupa sehingga teman-teman yang mengenalnya dan dari siapa saya telah mendengar sendiri; mereka biasa mengatakan, “Sepertinya dia akan meminta sesuatu kepada Tuhan dan menerima jawaban pada saat berikutnya.” Bahkan, di antara hamba-hamba Hadhrat Masih Mau’ud as, ada orang yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Tuhan, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memampukan orang-orang untuk mencapai ketinggian derajat yang seperti itu di setiap zaman. Mereka adalah orang-orang yang berkomunikasi dengan Tuhan tetapi mereka tidak pernah mengembangkan sedikit pun keangkuhan atau kesombongan. Tidak pernah ada sedikit pun kesia-siaan di dalam diri mereka yang akan menuntun mereka keluar dari terang dan masuk ke dalam kegelapan; dia termasuk orang-orang seperti itu.
Sekarang, lihat tanggapan yang diterima. Dia tertidur ketika dia menanyakan pertanyaannya dan mulai melihat sebuah kasyaf (penglihatan ruhani). Dia melihat dalam penglihatan bahwa dia sedang duduk di kelasnya dan Allah Ta’ala sedang menjelaskan sesuatu kepadanya sebagaimana seorang guru dengan menulis sesuatu di papan tulis dengan kapur. Jadi, seolah-olah dia sedang duduk di kelas tetapi dia sendirian di kelas dan Tuhan adalah gurunya. Dia menulis “satu” di papan tulis dengan kapurnya dan kemudian berkata, “Beritahu saya apa ini?”
Hadhrat Abdul Sattar Sahib berkata, “ini adalah satu”.
Dia kemudian menulis “nol” di bawah itu dan bertanya, “apa ini?” dan Hadhrat Abdul Sattar Sahib berkata bahwa ini adalah nol.
Dia menulis lebih banyak angka nol dan bertanya apa itu dan Hadhrat Abdul Sattar Sahib menjawab bahwa semuanya nol. Jadi, ada yang ‘satu’ dan banyak ‘nol’.
Dia kemudian mengambil satu nol dan meletakkannya di sebelah kanan yang satu dan bertanya apa ini sekarang, dia berkata “ini adalah 10”. Dia kemudian menempatkan nol lagi setelah itu dan bertanya “apa ini sekarang” dan dia berkata “ini 100”. Kemudian setelah menempatkan nol ketiga dia bertanya “apa ini sekarang” dan dia berkata “ini adalah 1000” dan dengan cara yang sama, dia mencapai 10.000 dan seterusnya dan seterusnya.
Dia mengatakan, “Angka-angka itu berakhir dan kemudian saya menyadari apa arti sebenarnya Al-Ahad. Al-Ahad adalah Dzat yang melaluinya milyaran hal lainnya dapat muncul dan seseorang tidak dapat menghitungnya. Dan mereka hanya dapat muncul jika Dzat itu ada, bukan sebaliknya.”
Bahasan lain yang disebutkan di sini yang ingin saya perhatikan adalah angka nol yang terletak di sebelah kiri tidak memiliki nilai apa pun. Jadi, perhatikan arah atau jalan Anda, perhatikan jalan yang Anda lalui untuk mencapai Tuhan. Jika Anda menapaki jalan yang benar bagi manusia yaitu jalan pengkhidmatan dan pengabdian kepada Tuhan, Anda akan terus unggul dan berkembang. Namun, jika Anda melangkah di jalan yang salah, ingatlah Anda tidak memiliki arti apa pun. Dengan hanya terlihat memiliki hubungan dengan Tuhan atau dengan hanya mengklaim memiliki hubungan dengan Tuhan tidak akan ada manfaatnya bagi Anda.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ Dia tidak melahirkan (memperanakkan), dan Dia juga tidak dilahirkan (diperanakkan). Jelas bahwa di sini gagasan yang telah ditolak adalah tentang Yesus sebagai Anak Allah dan ada argumen yang sangat jelas dan kategoris yang disebutkan di sini. Kedua hal ini memiliki hubungan yang dalam antara satu sama lain. Berbagai komentator (Mufassirin atau ahli tafsir) telah memberikan penjelasan mengapa Yalid dan Yuulad sama-sama disebut. Mereka mengatakan dalam kata Yalid (memperanakkan), istilah berikut mencakup sesuatu yang tidak abadi yang dengan cara tertentu melanjutkan keabadiannya dengan cara memiliki keturunan. Padahal sebenarnya, keinginan keabadian terpenuhi dengan memiliki seorang putra atau dengan memiliki anak. Inilah filosofinya. Maka dari itu, seseorang yang akan meninggal perlu memiliki anak. Orang yang tidak akan mati tidak perlu punya anak. Jadi, hal ini menghindari fakta bahwa Tuhan itu Kekal dan karena Dia Kekal, apa perlunya dia memiliki anak tanpa alasan?
Jika orang Kristen percaya Dia (Tuhan) akan mati, itu baik-baik saja tetapi ketika mereka percaya bahwa Dia tidak akan mati, apa perlunya Dia memiliki anak tanpa tujuan apa pun dan membuat dunia lebih kesulitan? Dia sendiri sudah cukup.
Tetapi kemudian hal kedua yang disebutkan adalah وَلَمْ يُولَدْ bahwa “Dia juga tidak diperanakkan”. Itu artinya Bapa; berkenaan dengan Bapa, orang Kristen percaya bahwa Dia tidak dilahirkan dan Dia selalu ada sejak jaman dahulu. Ini adalah sesuatu yang mereka yakini dengan suara bulat. Jadi, apa penolakannya terhadap hal ini? Ini adalah diskusi yang sedang kita bahas. Mereka mengatakan ini untuk menunjukkan Tuhan tidak akan pernah mati, dan Dia juga tidak memiliki semacam asal-usul dan karena itu, Dia selalu ada sejak zaman dahulu dan akan terus ada untuk selama-lamanya. Ini benar dan ini adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Dia yang Kekal.
Tetapi dalam kaitannya dengan orang Kristen, ada hal lain yang harus diingat dan ini berfungsi sebagai argumen sangat kuat untuk melawan Kekristenan; yaitu jika ada Dzat yang tidak diciptakan, lalu bagaimana Dzat itu mengembangkan atribut atau kualitas menciptakan hal-hal lain? Bagaimana Dzat itu mengembangkan kemampuan untuk melahirkan anak secara langsung. Jika Ia tidak diperanakkan, namun Ia sendiri melahirkan, kemudian Ia mengembangkan perbedaan yang mencolok dalam hal watak batin-Nya dibandingkan dengan hal atau wujud yang Ia peranakkan. Dan mereka berdua tidak dapat menjadi satu dan hal yang sama.
Jika Tuhan Yang Maha Kuasa telah diperanakkan dan kemudian Dia menurunkan orang lain, maka dapat dikatakan bahwa ini adalah bagian dari sifat-Nya. Untuk diperanakkan dan kemudian melahirkan adalah fenomena alami. Namun, keyakinan ini akan menjadi kontradiksi bagaimana sesuatu yang tidak diciptakan kemudian dapat menciptakan dirinya sendiri. Jadi, apapun yang diciptakan sesudahnya menjadi berbeda sifatnya dengan bapaknya. Yang menciptakan dan yang diciptakan; keduanya berlawanan dalam atribut mereka. Dan untuk mengatakan mereka adalah satu hal yang sama juga tidak tepat. Jadi, arti sebenarnya Al-Ahad yang mereka lawan dan kemudian cara mereka menggunakan kata yang sama Al-Ahad untuk merujuk pada Bapa dan Anak; ini adalah sesuatu yang dengan sangat kuat dan tegas dibantah dalam ayat لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ini.
Tuhan menyatakan, وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ “dan tidak ada yang seperti Dia”. Dalam hal ini, umumnya penjelasan yang kami temukan berkaitan dengan bagaimana Tuhan dapat menikah. Umumnya seseorang harus menikah dengan pasangan yaitu Hum Kufuww (yang seperti dia). Ini juga bahasan yang sangat rumit bagaimana Tuhan dapat berkembang biak. Akankah Dia berkembang biak sendiri atau dengan bantuan yang lain? Jika Dia berkembang biak sendiri, itu berarti Dia memiliki generasi aseksual di mana sesuatu secara alami bertunas dari yang lain. Satu-satunya cara ini dapat terjadi adalah jika sebagian dari Dia dipisahkan dalam hal ini tidak ada yang akan tetap lengkap. Tapi ini bukanlah apa yang dipercaya oleh orang-orang Kristen.
Mereka mengatakan bahwa Tuhan memiliki seorang anak melalui perantaraan seorang wanita dan nama wanita itu adalah Marry (Maryam atau Maria). Padahal, seorang anak tidak dapat lahir dari hubungan pasangan sampai dan kecuali mereka adalah Kufuww (sepadan, berpasangan). Ini adalah prinsip fundamental yang telah disebutkan dengan sangat jelas dalam ayat ini bahwa jika tidak ada Kufuww, maka tidak ada atau tidak ada sarana yang melaluinya seorang anak dapat dilahirkan. Dan jika Anda percaya bahwa mereka berdua adalah Hum Kufuww (seperti satu sama lain) maka dalam atribut Tuhan apa Anda akan percaya bahwa Marry memiliki Kufuww (kesetaraan) dengan Tuhan? Ini menciptakan masalah yang rumit dan ini bukan waktunya untuk membahas rincian yang dahsyat tentang ini. Namun, dalam hal menyangkal agama Kristen, ayat ini beserta ayat-ayat sebelumnya berfungsi sebagai benteng yang sangat kuat, benteng yang tidak dapat ditembus oleh doktrin-doktrin palsu Kekristenan.
Ada satu doktrin salah yang masih harus dibahas, yaitu tentang Ruhul Qudus. Orang Kristen percaya pada Bapa, Anak dan Roh Kudus [Tuhan Yang Satu Tiga Oknum]. Sampai saat ini, doktrin mereka tentang Bapa dan Anak telah dibantah, tapi dimana sanggahan tentang Roh Kudus? Penolakan itu menurut saya ada dalam ayat lam yakun lahu kufuwwan ahad لَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ Di ayat ini, tidak hanya gagasan Tuhan telah menikahi seorang wanita telah ditolak; pada kenyataannya hal itu bahkan tidak diperlukan karena argumen لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ begitu kuat dan kokoh sehingga bahasan ini tidak lagi memerlukan argumen atau bukti lain untuk sanggahannya.
Namun, dalam ayat yang berkenaan dengan Kufuwwan, menurut saya hal ini paling kuat meniadakan pengertian tentang Tritunggal. Anda berkata, “Roh Kudus bukanlah Sang Putra, ia tidak diciptakan dan selalu bersama Tuhan.” Salah jika mengatakan Roh Kudus selalu bersama Tuhan karena itu berarti kita harus percaya bahwa ada Hum Kufuww (yang sama dan setara dengan) Tuhan padahal Tuhan telah menyatakan bahwa tidak ada Kufuww atau tidak ada yang seperti-Nya. Jadi, ada proklamasi (pengumuman) tentang penyangkalan terhadap status Roh Kudus yang seperti itu dalam ayat ini. Ayat ini tampaknya berbeda dengan ayat-ayat sebelumnya. Pada ayat-ayat sebelumnya juga diberikan dalil atau pembuktian dengan proklamasi, sedangkan pada ayat ini ternyata tidak ada dalil atau dalil yang diberikan, hanya ada pernyataan bahwa tidak ada yang Kufuww (seimbang, setara dan sama) dengan Tuhan.
Namun, jika Anda melihat ayat ini bersama dengan ayat-ayat sebelumnya, Anda akan menemukan sebenarnya ada argumen yang sangat kategoris (pasti) yang disajikan dalam ayat ini juga. Anda (orang-orang Kristen) mengatakan bahwa Allah yang adalah Bapa, Dia memiliki kemampuan untuk melahirkan seorang putra; jika ada Dzat lain seperti Dia yang memiliki karakteristik ketuhanan serupa, lalu mengapa dia itu tidak melahirkan anak? Ini membuktikan dia itu bukan Kufuww yang sama. Jadi, argumen lawan sedang dilontarkan kembali ke wajah mereka bahwa keyakinan yang Anda pegang bahwa Bapa dapat melahirkan (memperanakkan) seorang putra; Dzat lain disamakan dengan Tuhan dan sedemikian rupa sehingga keduanya terdiri dari semua atribut yang sama dan seolah-olah mereka bergabung bersama-sama.
Namun terlepas dari semua ini, Anda tidak menerima Dzat itu (Sang Putra) memiliki atribut atau kemampuan untuk melahirkan seorang putra. Ini membuktikan jika Wujud lain itu berbeda, itu bukan Kufuww atau keserupaan Tuhan yang sebenarnya dan jika tidak ada Kufuww-Nya, lalu bagaimana mungkin makhluk itu adalah Tuhan? Bagaimana itu dapat disamakan dengan Dia? Demikianlah tafsir singkat Surat Al-Ikhlas.
Saya menyebutkan bahwa ada 20 nama Surah ini; salah satunya adalah Surah Tafrid, Tajrid, Tauhid, Al-Ikhlas, Surah An-Najat, Surah Al-Walaya dan lain sebagainya. Ini adalah daftar nama yang panjang.
Jika ada yang tertarik dengan hal ini, mereka dapat menemukan semua nama ini di Tafsir-e-Kabir yang ditulis oleh Imam Ar-Razi, volume 32, halaman 175-176. Ada juga referensi dari hadits tersebut atau buku-buku dari mana nama-nama ini berasal.
Sejauh penjelasan mereka, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) telah menyebutkan dalam volume kesepuluh Tafsir-e-Kabir; itu di volume 10, kan? Bukankah ada 12 jilid atau ada 10 jilid?
Private Secretary Sahib: Ada 10 volume
Hudhur: Benar, jadi Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) secara komprehensif menjelaskan pasal-pasal dalam Kitab Suci Al-Qur’an ini di jilid terakhir. Anda dapat menemukan bagian khusus ini dalam 10 volume set Tafsir-e-Kabir yang telah diterbitkan oleh Jemaat dari halaman 516-518.[1]
Ada beberapa tempat di mana Hadits dibuat-buat atau belum dipahami dengan benar. Oleh karena itu, kesalahpahaman tersebut perlu dihilangkan. Beberapa orang bahkan telah mengatakan lebih jauh, dan aneh bahkan Imam ar-Razi pun menyebutkan hal ini bahwa Nabi SAW pernah bersabda, «مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ مَرَّةً وَاحِدَةً أُعْطِيَ مِنَ الْأَجْرِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَأُعْطِي مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مِائَةِ شهيدا» “Orang yang membaca Surah Ikhlas sekali akan diberi pahala seolah-olah dia telah percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya dan para Rasul-Nya serta akan mendapatkan hadiah yang setara dengan 100 martir (Syahid).”[2] Jika benar demikian, lalu apa perlunya mengorbankan hidup Anda untuk mencapai kesyahidan?
Dikatakan juga, jika Anda membaca Surah Ikhlas satu kali, Anda akan menerima pahala 100 syahid. Beberapa orang yang membaca Surah Ikhlas ribuan atau ratusan ribu kali; mereka akan memiliki kesyahidan yang tidak terhitung jumlahnya. Pandangan seperti itu hanya dapat sebagai hiburan akibat tidak memahami esensi sebenarnya dari Surah ini.
Surah al-Ikhlas ini adalah kesaksian (syahid) atas keesaan Allah Ta’ala dan kesaksian yang satu ini terdiri dari 100 kesaksian, inilah yang dimaksud. Surah ini adalah kesaksian yang luar biasa sehingga jika seseorang memahami esensi sebenarnya dari ini dan memberikan kesaksian tentang ini sekali, maka jangan berpikir hanya satu kesaksian yang telah diberikan. Angka numerik 100 lolos dari kesempurnaan. Dalam bahasa Urdu kami mengatakan bahwa seseorang dapat memperoleh pahala ratusan kali. Jadi pada intinya, ini berarti Surah ini sangat kuat dalam mendukung keesaan Tuhan sehingga orang yang memberitakan atau bersaksi tentang hal ini telah mencapai 100 martir (syahid). Jadi, seseorang akan mendapatkan pahala 100 martir dalam pengertian ini.
Sebagai akibat dari kesalahpahaman atas Surah ini, beberapa orang telah mengubahnya menjadi topik yang telah menjadi lelucon dan ini tidak dapat dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW dengan cara apapun. Dan kemudian para komentator (Mufassirin atau ahli Tafsir) Syiah telah melebih-lebihkan dengan cara yang aneh dengan komentar mereka tentang Surah ini dan telah membangun komentar yang terlalu berlebihan itu lebih jauh lagi. Sekarang, Nabi SAW pernah berkata, bahwa Surah ini terdiri dari sepertiga makna Alquran [3]; inilah yang dimaksud.
Para komentator Syiah mengartikan ini; dalam tafsir Syiah Manhaj-us-Shadiqeen, seorang komentator Syiah bernama Allama Fathullah al-Kashani menulis di halaman 390, bagian 30, volume 10: … yang artinya jika seseorang membaca Surah Ikhlas ketika dia tidur, maka dia akan diberikan pahala perbuatan baik yang setara dengan membaca sepertiga dari Alquran. Jika seseorang membaca surah ini dua kali saat tidur, maka ia akan memperoleh pahala perbuatan baik yang setara dengan membaca dua pertiga dari Alquran dan jika seseorang membaca surah ini tiga kali dalam tidurnya maka itu akan menjadi seolah-olah dia telah membaca hingga selesai pembacaan penuh Alquran.[4]
Sekarang, lihat bagaimana orang-orang mengunakan makna keji terhadap Quran. Akibat tidak memahami makna komprehensif dari kata-kata Nabi SAW yang sarat hikmah, mereka menjadikan agama yang sempurna ini sebagai dongeng dan dongeng belaka. Sekarang, apa perlunya membaca Alquran sepanjang hari? Sementara anak-anak di sini selama hari-hari ini mendorong energi mereka untuk membaca Alquran sepanjang bulan dan hampir menyelesaikan satu kali pembacaan Alquran. Jadi, Surah ini, Surah Tauhid atau Surah Tafrid atau Surah Ikhlas, apapun Anda mungkin ingin menyebutnya; gagasan jika seseorang melafalkan surah ini 3 kali, seolah-olah dia telah menyelesaikan pembacaan penuh Alquran, berarti seseorang dapat menyelesaikan pembacaan penuh Alquran ratusan kali selama bulan Ramadhan sehingga seseorang dapat menyelesaikan pembacaan penuh Alquran berkali-kali. Ini adalah lelucon dengan menggunakan makna komprehensif dari kata-kata Nabi SAW yang penuh hikmah.
Itu benar dan karena Hadhrat Khalifatul Masih I RA telah menarik perhatian kita pada fakta bahwa Surah ini terdiri dari sepertiga dari pokok-pokok Alquran; beliau telah membagi mata pelajaran Alquran menjadi 3 kategori. Beliau (ra) menyatakan bahwa ada satu bagian kategori yang berhubungan dengan keberadaan Tuhan, dengan Tauhid-Nya dan dengan sifat-sifat-Nya. Ada kategori lain yang berhubungan dengan hal-hal duniawi dan kategori ketiga berkaitan dengan pemberian penghargaan atas perbuatan baik dan kebajikannya, ini berkaitan dengan bagaimana nasib akhir Anda di akhirat berdasarkan tindakan Anda di dunia ini. Jadi dalam terang penjelasan ini, Surah ini terdiri dari sepertiga dari bahasan ini dan ketika saya mengatakan Surah ini terdiri dari makna yang komprehensif, yang berarti semakin Anda merenungkan Surah ini, semakin banyak bahasan yang akan Anda ketahui. yang diperlukan untuk memahami Keesaan Tuhan. Alquran berfungsi sebagai penolong untuk merefleksikan dan mempertimbangkan hal-hal ini. Tanpa membaca Alquran, refleksi dan pertimbangan seseorang atas bahasan ini tidak akan lengkap.
Penerjemah: Mln Dildar Ahmad Dartono
Catatan: 1. Imam Fakhruddin ar-Razi menulis Tafsir Alquran yang terkenal dengan nama Tafsir Kabir. Khalifah Ahmadiyah yang kedua, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra) juga menulis Tafsir Alquran yang terkenal dengan nama Tafsir Kabir. Keduanya hidup di zaman yang berbeda ratusan tahun. 2. Mafatih (تفسير الرازي = مفاتيح الغيب أو التفسير الكبير) karya ar-Razi (الرازي، فخر الدين), bahasan Surah al-Ikhlas. 3. Kitab Burhan fi Tafsiril Qur’aan karya Sayyid Hasyim al-Bahrani (نام کتاب : البرهان في تفسير القرآن نویسنده : البحراني، السيد هاشم ) : عَنْ أَبِي بَصِيرٍ،عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) ،قَالَ: «مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) مَرَّةً وَاحِدَةً فَكَأَنَّمَا قَرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ،وَ ثُلُثَ التَّوْرَاةِ،وَ ثُلُثَ الْإِنْجِيلِ،وَ ثُلُثَ الزَّبُورِ». . 4. Al-Kasyani, Fathullah (الشيخ فتح الله الكاشاني) yang wafat tahun 1580 M adalah penulis Kitab Tafsir Al-Qur’an bernama Manhaj ash-Shadiqiin fi ilzam al-mukhalifin (منهج الصادقين في إلزام المخالفين). Ed. Sayyid Abu-l-Hasan Sha'rani. (Tehran, 1965). Buku ini ditulis dalam bahasa Persia. Penulisnya berasal dari golongan Syi’ah.
No Responses