Tanda Kelahiran Nabi Isa as Tanpa Seorang Ayah

Tanda Kelahiran Nabi Isa as Tanpa Seorang Ayah

Masroor Library – Kelahiran, kehidupan dan kematian Nabi Isa as hingga kini masih dalam kesimpangsiuran kisah, tanpa kajian secara mendalam tentunya akan semakin jauh dari kisah sebenarnya, dan kali ini Masroor Library akan menggali apa maksud atau tanda apa dibalik kelahiran Nabi Isa as ynag terlahir tanpa seorang ayah………..

وَ اذۡکُرۡ فِی الۡکِتٰبِ مَرۡیَمَ ۘ اِذِ انۡتَبَذَتۡ مِنۡ اَہۡلِہَا مَکَانًا شَرۡقِیًّا ﴿ۙ﴾ فَاتَّخَذَتۡ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ حِجَابًا ۪۟ فَاَرۡسَلۡنَاۤ اِلَیۡہَا رُوۡحَنَا فَتَمَثَّلَ لَہَا بَشَرًا سَوِیًّا ﴿ ﴾ قَالَتۡ اِنِّیۡۤ اَعُوۡذُ بِالرَّحۡمٰنِ مِنۡکَ اِنۡ کُنۡتَ تَقِیًّا ﴿[

“Dan ceriterakanlah di dalam Kitab itu tentang Maryam, ketika ia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia membuat diantara mereka tabir, lalu Kami mengutus kepadanya malaikat Kami lalu ia menampak kepadanya seperti manusia sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Yang Maha Pemurah dari engkau, jika engkau bertakwa. “(Maryam [19]:17-19).

Selanjutnya Allah SWT berfirman:

 

قَالَ اِنَّمَاۤ اَنَا رَسُوۡلُ رَبِّکِ ٭ۖ لِاَہَبَ لَکِ غُلٰمًا زَکِیًّا ﴿ ﴾ قَالَتۡ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ غُلٰمٌ وَّ لَمۡ یَمۡسَسۡنِیۡ بَشَرٌ وَّ لَمۡ اَکُ بَغِیًّا ﴿ ﴾ قَالَ کَذٰلِکِ ۚ قَالَ رَبُّکِ ہُوَ عَلَیَّ ہَیِّنٌ ۚ وَ لِنَجۡعَلَہٗۤ اٰیَۃً لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً مِّنَّا ۚ وَ کَانَ اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا ﴿ ﴾ فَحَمَلَتۡہُ فَانۡتَبَذَتۡ بِہٖ مَکَانًا قَصِیًّا ﴿ ﴾

Ia, malaikat, menjawab: “Sesungguhnya aku utusan dari Tuhan engkau supaya aku memberikan kabar gembira kepada engkau mengenai seorang anak laki-laki suci.” Ia, Maryam, berkata: ”Bagai-manakah akan menjadikan seorang anak laki-laki bagiku, padahal tidak ada seorang manusia menyentuhku, dan aku tidak berzina.” Ia, malaikat, berkata: “Demikianlah, Tuhan engkau berfirman: “Itu mudah bagiKu, dan supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia serta suatu rahmat dari Kami, dan hal itu adalah perkara yang telah diputuskan.” Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri bersamanya ke suatu tempat yang jauh. (Maryam [19]:20-23).

Berbagai Perasaan Dalam Keadaan Mimpi

Kata “utusan” (rasul) menunjukkan bahwa malaikat itu hanya pengemban amanat Tuhan, dan bahwa beliau tidak datang untuk memberi Maryam binti Imran seorang anak melainkan hanya membawa kabar gembira mengenai kelahiran seorang anak. Siapa yang tidak mengetahui bahwa Allah-lah yang mengaruniakan anak dan bukan malaikat? Tugas seorang malaikat hanya terbatas pada penyampaian kehendak dankeputusan Tuhan saja.

Peristiwa yang disinggung dalam ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya terjadi dalam suatu kasyaf, dan dalam kasyaf atau mimpi orang dapat mengalami aneka ragam perasaan pada saat-saat yang berlainan. Kadangkala perasaan dan bicaranya dalam mimpi itu dikuasai dan berada dibawah pengaruh mimpi, sedang pada waktu lain tidak demikian keadaannya, dan ia mempunyai perasaan dan berbicara seperti ia akan merasa dan berbicara dalam keadaan bangun.

Contohnya, jika dalam mimpi seorang bergirang hati atas wafat anaknya maka perasaannya akan dianggap sebagai berada dibawah pengaruh suasana mimpi, sebab dalam keadaan bangun tidak seorang pun manusia yang waras akan bergirang hati atas kematian anaknya.

Jadi, jika kata-kata yang diucapkan oleh Maryam binti Imran ketika beliau melihat malaikat dalam kasyaf itu ada dibawah pengaruh kasyaf(mimpi), maka kata-kata itu akan mengandung arti bahwa ketika kabar gembira itu disampaikan kepada beliau, saat itu beliau menjadi heran bercampur gembira, apakah benar Allah SWT akan memperlihatkan mukjizat semacam itu dengan menganugerahi beliau seorang anak padahal beliau seorang gadis.

Tetapi jika kata-kata yang diucapkan kepada beliau ketika disampaikan kabar gembira mengenal lahirnya seorang anak itu dianggap pernyataan wajar dari beliau, maka kata-kata itu akan menunjukkan bahwa beliau sama sekali kehilangan akal dan dicekam rasa takut demi terpikir bahwa beliau akan melahirkan seorang anak, padahal beliau seorang gadis.

Dalam keadaan pertama, keheranan beliau itu timbul dari rasa sangat senang atas karunia besar yang Allah SWT akan anugerahkan kepada beliau. Dan dalam keadaan kedua, keheranan itu menunjukkan cetusan rasa kebingungan beliau, dan menggambarkan ketakutan yang menguasai jiwa beliau pada saat itu.

Sedang kata-kata “padahal tidak ada seorang manusia menyentuhku” menunjukkan, bahwa beliau akan melahirkan seorang anak tanpa menaiki jenjang pernikahan yang resmi, jika tidak demikian, sangkalan bahwa beliau tidak pernah mengenal seorang laki-laki dalam keadaan sebagai suami beliau tidak ada artinya, dan kata-kata “dan aku tidak berzina” mengisyaratkan kepada sangkalan adanya beliau mengenal seorang laki-laki di luar pernikahan.

Dalam jawabannya kepada malaikat rupanya beliau memikirkan sumpah beliau akan tetap mendara, yang meniadakan segala kemungkinan memperoleh keturunan. Seandainya beliau mengira, bahwa janji yang diberikan dalam ayat terdahulu menunjuk kepada kelahiran seorang anak sebagai hasil hubungan suami-istri pada suatu waktu yang akan datang [ seperti dianggap oleh beberapa ahli tafsir Al-Quran ] kemudian tidak ada alasan bagi beliau untuk menyatakan keheranan apa pun.

Makna “Tanda” Bagi Umat Manusia

Ungkapan “supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia” berarti kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam as tanpa ayah yang sungguh merupakan suatu Tanda besar bagi Bani Israil, hal itu mengisyaratkan bakal terjadi perpindahan kenabian dari keturunan (Bani) Israil kepada keturunan (Bani) Isma’il, dan merupakan peringatan kepada Bani Israil bahwa ruhani mereka telah begitu rusak, dan akhlak mereka telah begitu mundur, sehingga tidak ada seorang laki-laki diantara mereka yang layak menjadi ayah seorang nabi Allah.

Dalam artian ini pula Nabi Isa ibnu Maryam as telah disebut sebagai “suatu Tanda bagi Saat” (as-Sā’ah) dalam Al-Quran (QS.43:62), ialah Tanda mengenai saat ketika kenabian harus dipindahkan dari Bani Israil kepadaBani Isma’il, firman-Nya:

وَ اِنَّہٗ لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾

Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai Saat, maka janganlah ragu-ragu mengenainya dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. (Al-Zukhruf [43]:62).

“Saat” dapat menyatakan waktu berakhirnya syariat Nabi Musa a.s. dan kata pengganti hu dalam innahu dapat mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam as atau kepada Al-Quran, dan ayat ini dapat berarti bahwa sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam as kaum Bani Israil akan kehilangan karunia kenabian, atau bahwa syariat lain (ialah syarat Al-Quran) akan menggantikan syariat Nabi Musa as.

Bahwa kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam as tanpa ayah [seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil] merupakan as-Sā’ah (Tanda saat) sebenarnya tanda-tanda bahwa nikmat kenabian akan dipindahkan dari Bani Israil kepada Bani Isma’il nampak dari beberapa kenyataan berikut ini:

(1) Nabi Zakaria as terus menerus berdoa kepada Allah SWT agar mendapat keturunan yang akan menjadi pewaris beliau dan pewaris keluarga leluhur beliau, Nabi Ya’qub (QS.20:4-7). Ucapan Nabi Ya’qub as mengenai keadaan diri beliau yang telah tua-renta dan keadaan istri beliau yang mandul pada hakikatnya menggambarkan keadaan kaum beliau yang keadaan akhlak dan ruhaninya semakin lemah dan memburuk, sehingga tidak mampu melahirkan generasi penerus yang memiliki akhlak dan ruhani yang baik.

(2) Istri ‘Imran atau ibunda Maryam binti ‘Imran telah menazarkan bayi yang ada dalam kandungannya untuk diwakafkan sebagai pengabdi di rumah peribadatan, karena itu ia sangat mengharapkan bayi yang akan dilahirkannya adalah seorang bayi laki-laki, tetapi Allah SWT menentukan lain, yakni bayi dilahirkannya ternyata seorang bayi perempuan (QS.3:36-38). Dalam peristiwa ini pun terkandung isyarat bahwa tidak ada lagi seorang laki-laki dari Bani Israil yang memikirkan keadaan akhlak dan ruhani kaumnya, justru yang tampil adalah seorang perempuan, yakni istri Imran.

(3) Hamilnya Maryam binti Imran tanpa perantaraan “pembuahan”seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil, melainkan dirinya sendiri yang merangkap sebagai ibu dan ayah bayi yang dilahirkannya [ yang diberi nama Isa ibnu (anak) Maryam ] melalui “peniupan ruh-Nya”, memperkuat kenyataan bahwa dikalangan Bani Israil telah kehilangan “bibit laki-laki yang unggul.”

Itulah berapa hikmah yang terkandung dalam kalimat “Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia serta suatu rahmat dari Kami” (QS.19:23). Ada pun ungkapan “perkara yang telah diputuskan” berarti bahwa Allah SWT telah menakdirkan seorang anak tanpa ayah akan dilahirkan Maryam binti Imran, dan keputusan ini tidak dapat dicabut kembali.

Al-Quran telah mempergunakan dua buah perkataan yaitu qadar danqadha, untuk menyatakan pengertian keputusan Allah itu. Kata yang pertama berarti merencanakan atau menentukan, sedang kata yang disebut terakhir berarti memutuskan. Bila suatu pola atau rencana hanya dipikirkan untuk dilaksanakan maka rencana itu disebut qadar, dan bila telah diputuskan oleh Allah bahwa rencana itu harus dilaksanakan, rencana itu disebut qadha. Kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam as tanpa ayah merupakan qadha (keputusan) Allah SWT. [goes]

Catatan: pemomoran Ayat Al Quran dimulai dari Basmalah sebagai ayat pertama.

No Responses

Tinggalkan Balasan